Lihat ke Halaman Asli

Fuziansyah Bachtar

Pemburu hikmah kehidupan

Pelajaran dari Idul Adha: Kecerdasan Nabi Ismail AS, Kecerdasan Yahudi, Kecerdasan Nabi Ibrahim AS dan Kecerdasan Nabi Muhammad SAW

Diperbarui: 14 Juni 2024   11:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pelajaran dari Idul Adha: Kecerdasan Nabi Ismail AS, Kecerdasan Yahudi, Kecerdasan Nabi Ibrahim AS dan Kecerdasan Nabi Muhammad SAW

Hari Idul Adha menjadi momen pembelajaran bagi umat Islam. Selain ibadah haji bagi yang mampu dan mau, ada pula ibadah qurban bagi umat Islam. Yang keduanya berawal dari ujian Tuhan kepada Ibrahim AS, untuk menyembelih anak kesayangan yang kelahirannya sangat dinanti-nantikan.

Perintah yang sangat ekstrim, namun pada hakikatnya itu sekedar ujian apakah Ibrahim lebih mendahulukan perintah Allah dan cinta-Nya, atau cinta kepada keluarganya khususnya kepada anaknya. Dan nyatanya, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail alaihimassalaam berhasil lulus dari ujian tersebut dengan sempurna.

Nabi Ibrahim AS dipuji karena ketaatannya kepada perintah Allah. Akhirnya qurban anak-nya diganti dengan seekor domba sembelihan, dan namanya diabadikan dan jadi pujian untuk generasi kemudian.

Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (untuk melaksanakan perintah Allah).

Lalu Kami panggil dia, "Wahai Ibrahim! Sungguh, engkau telah membenarkan mimpi itu." 

Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.

Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.

Dan Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) di kalangan orang-orang yang datang kemudian,

"Selamat sejahtera bagi Ibrahim."

Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.

Sungguh, dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.

(QS Ash-Shaffat 37:103-111)

Sementara Nabi Ismail AS dipuji karena ketaatan kepada perintah Allah, taat kepada orangtua, dan atas kesabarannya. Sungguh menarik dialog yang dilakukan oleh Ibrahim kepada anaknya Ismail:

Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, "Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk golongan orang-orang yang sabar."

(QS Ash-Shaffat 37:102)

Didalamnya terdapat pelajaran penting terkait sifat rendah hati. Perhatikan kalimat yang digunakan oleh Ismail AS:

 

"Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk golongan orang-orang yang sabar." (QS 37:102)

Sungguh berbeda dengan kalimat yang yang dipakai oleh Musa AS ketika ditanya oleh Guru-nya seorang Hamba Allah yang telah mendapat Rahmat dan Ilmu dari sisi-Nya:


"Insya Allah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar." (QS 18:69)

Sungguh Nabi Ismail rendah hati. Dia beranggapan bahwa di dunia ini banyak orang-orang yang sabar, dan dia berharap dia termasuk salah seorang diantaranya. Beda dengan jawaban Nabi Musa yang terlalu percaya diri. Dan nyatanya Nabi Musa tidak bisa melanjutkan pelajaran bersama gurunya karena gagal untuk bersabar dalam tiga kesempatan.

Inilah kecerdasan Nabi Ismail AS. Lebih tepatnya lagi Kecerdasan Emosional (EQ), karena memiliki sifat rendah hati dan lemah lembut kepada orang lain. Demikian catatan tentang kelahiran Nabi Ismail AS yang diabadikan dalam Al-Qur'an:


Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline