Ada sekolah yang lebih lama lagi?
Napak Tilas Sejarah Pendidikan di Indonesia (bagian 2)
Selidik punya selidik, kita akan menemukan sejarah panjang pendidikan yang mencerahkan sejak abad ke-18. Pada tanggal 19 September 1926 (12 Rabiul Awwal 1345H), didirikanlah Pondok Pesantren Modern Darussalam Gontor oleh tiga pendiri alias Trimurti: KH Ahmad Sahal, KH Zainudin Fananie, dan KH Imam Zarkasyi. Ketiga bersaudara ini membangun pondok pesantren yang modern, dengan sistem yang demokratis. Pesantren ini terkenal dengan pola pendidikannya yang unik, menggabungkan ilmu agama dan ilmu dunia. Lulusannya terkenal mampu berbahasa Arab dan juga Inggris, karena selama masa Pendidikan di pesantren ada kewajiban untuk menggunakan dua Bahasa tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Pesantren yang terletak di Ponorogo ini memiliki sejarah yang panjang. Cikal bakal Pondok Pesantren ini bermula sejak abad ke-18, saat Kyai Ageng Hasan Besari (wafat 1760) mendirikan Pondok Tegalsari di Desa Jetis Ponorogo. Pondok Tegalsari sangat termasyhur di zamannya, sehingga didatangi ribuan santri dari berbagai daerah di nusantara. Seorang peneliti Belanda, Martin Van Bruinessen menyebut pesantren ini adalah cikal bakal seluruh pesantren yang ada di Indonesia. Karena menurutnya sebelum adanya Pesantren Tegalsari, belum ditemukan satu bukti pun yang menunjukkan adanya 'sistem pesantren' di Indonesia. Tidak ada yang tahu pasti kapan tahun pendirian pesantren tersebut. Namun menurut F. Fokkens dalam De Priesterschool te Tegalsari yang diterbitkan tahun 1877, Pesantren Gebang Tinatar-Tegalsari sudah berdiri pada tahun 1742. Berikutnya di masa Kyai Hasan Besari (1800-1862) Pesantren Tegalsari mengalami masa keemasannya. Tercatat 3000-an santri menimba ilmu di pesantren tersebut.
Pesantren ini mencatat sejarah pernah menjadi tempat penggemblengan para pejuang. Misalnya, pesantren ini pernah 'menampung' dan mendidik Pakubuwono II, Raja Kasunanan Kartasurya ketika Kerajaan Kartasura sedang menghadapi 'Geger Pecinan'. Saat itu Pakubuwono II terpaksa menyingkir ke arah timur dan kemudian berlindung di pesantren ini. Setelah 'nyantri' beberapa lama, Pakubuwono II akhirnya dapat menduduki tahtanya kembali pada tahun 1743. Selain itu, pesantren ini juga melahirkan sastrawan besar yang karyanya tetap melegenda lintas zaman, seperti Bagus Burhan yang lebih dikenal dengan nama Raden Ngabehi Ronggowarsito telah mondok di pesantren ini sejak usia 12 tahun.
Selanjutnya ada juga sosok pejuang bernama Abdul Hamid, yang pernah nyantri di Tegalsari kepada KH Hasan Besari. Abdul Hamid alias Raden Mas Antawirya adalah putra Sultan Hamengkubuwono ke-III, yang kelak menjadi pejuang melawan penjajah Belanda dengan sebutan Pangeran Diponegoro. Perlawanan Pangeran Diponegoro meskipun singkat hanya 5 tahun saja, 1825-1830, namun telah berhasil membuat penjajah Belanda hampir bangkrut karena mengalami kerugian finansial yang sangat besar. Akibatnya Belanda kemudian menerapkan kebijakan cultuurstelsel (tanam paksa). Hasilnya Belanda menjadi kaya dan sejahtera, sementara penduduk di negeri jajahannya sengsara. Dari sini kemudian lahir kebijakan baru yakni Politik Etis atau Politik Balas Budi dengan memperbaiki irigasi(pertanian-ekonomi), emigrasi dan edukasi(Pendidikan, khususnya kaum bangsawan). Dengan ini lahirlah kaum terdidik dan terpelajar yang di kemudian hari menjadi tokoh pergerakan dan memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Salah seorang tokoh tersebut bernama Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang lebih dikenal dengan HOS Cokroaminoto. Beliau adalah keturunan langsung dari Kiai Ageng Hasan Besari dari Pondok Pesantren Tegalsari. HOS Cokroaminoto mendirikan organisasi Sarekat Islam pada bulan Mei 1912, yang sempat menjadi salah satu organisasi massa terbesar dalam sejarah pergerakan nasional. Beliau adalah seorang pemikir besar dan orator yang ulung dan pemberani. Beliau menjadi guru dari para tokoh penggerak kemerdekaan Indonesia seperti Soekarno, SM Kartosuwiryo dan Musso.
Kembali ke perjalanan Pondok Pesantren Tegalsari, di pertengahan abad ke-19, beberapa santri dari Pondok Pesantren Tegalsari mendirikan Pondok Pesantren baru sekitar 3 km di sebelah timur Tegalsari, yang kemudian menjadi Pondok Gontor Lama. Dalam perkembangannya, tiga bersaudara dari keturunan pendiri Pondok ini sebagaimana dijelaskan di awal, kemudian menghidupkan Pondok ini dengan sistem dan kurikulum yang modern. Hasilnya Pondok berkembang dan membesar menjadi Pondok Modern Darussalam Gontor seperti sekarang ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H