Lihat ke Halaman Asli

Fandi Sido

TERVERIFIKASI

Nisa dan Si Penabuh Drum

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penampilan yang cukup, tapi baginya belum. Rambut mengkilap dan dasi terikat rapi.

"Sempurna," kata penata rias.

Tapi ia menggeleng. "Rasanya ada yang kurang."

Penata rias itu, berkecak pinggang sambil mencibirkan bibirnya. Kemayu yang diterima secara umum. "Oh, Arya. Sudah kubilang kau butuh sedikit senyuman. Orang-orang memujamu, mereka menunggumu di luar sana. Berilah sedikit senyuman."

Sambil pipi ditarik ke atas dan ke bawah. "Sudahlah. Jangan dipaksakan. Aku lupa caranya tersenyum."

Penata rias cemberut lagi. Bibirnya terlipat lagi.

***

"Cepaaat! Sudah jam lima!"

"Iya. Sebentar. Maaf." Gadis itu terangguk-angguk sambil berlari menyeret sepatunya. Riasan gelang flanel bahkan belum rapat terikat di pergelangan tangannya. Poninya disisir dengan jari juga pada akhirnya. Berlari. Naik bus.

Lima belas menit kemudian mereka tenggelam dalam keramaian yang menyesakkan. Lampu-lampu sorot berpijar dan laser berpendar. Bunyi dari pengeras suara mendentum berkali-kali mengejutkan dada.

"Nisa, itu!"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline