Rodo angel. Demikian kesan pertama setelah membaca isi Weekly Photo Challenge kali ini. Pertama, karena tema portrait photography itu setidak-tidaknya butuh dua: ekspresi dan model. Dua-duanya sangat melekat dengan objek hidup. Padahal masalah objek hidup ini setelah saya cari-cari di brankas foto ternyata isinya malah narsistis. Jauh dari estetika fotografi setidak-tidaknya dilihat dari sisi teknik pengambilan gambar. Maka dari itu saya menunggu beberapa hari, melihat-lihat contoh dari teman-teman yang sudah nampang duluan hasilnya. Mulailah tercerahkan, apalagi setelah dua contoh punya kedekatan tersendiri dalam :mengajarkan". Sebut saja karya Om Bowo dengan putranya, dan Mbak Hesti Edityo juga dengan putranya. Dua alat berbeda, tapi satu keindahan yang sama. Ketemulah saya beberapa foto yang sekiranya nyerempet-nyerempet potret. Sebagian besar hasil insiden saat berjalan-jalan di Yogyakarta dan sekitarnya. Beberapa sudah dimuat di reportase terdahulu. Semoga ini memuaskan admin Kampretos. Meski rodo angel, insya Allah tidak akan membuat perut mual. Berikut potret-potretnya. [caption id="attachment_192164" align="aligncenter" width="277" caption="Aslinya ini di atas becak. Dipotong sesuai kebutuhan. Bolehkah? "][/caption] [caption id="attachment_192165" align="aligncenter" width="254" caption="Band Kelana, meski semua alatnya dimainkan oleh hanya satu orang. Keren tidak itu."]
[/caption] [caption id="attachment_192167" align="aligncenter" width="229" caption="Anggota drumband, perempuan. Betapa seriusnya, meski tetap nampak kecantikannya."]
[/caption] [caption id="attachment_192168" align="aligncenter" width="246" caption="Anggota drumband laki-laki. Sama seriusnya. Itu kalau dari dekat ada tato di pipi kanannya. Agak tersembunyi tapi seksi. Jambul?"]
[/caption] Khusus empat foto di atas, saya jepret di sekitaran Malioboro. FKY dan beberapa bagian sekitar instalasi sepanjang jalan. Foto kedua khususnya, sebetulnya hasil potongan juga. Setelah dipotong, tetap menampilkan alat musik utamanya yaitu drum kecil, gitar, dan harmonika. Itu saja suaranya sudah merdu, belum ditambah simbal dan beberapa perkusi lain. Pemolesan hanya di penajaman, penyesuaian cahaya, juga warna. Tadinya mau dipoles orton-ish tapi rasanya terlalu serakah kalau demikian. Lanjut. [caption id="attachment_192169" align="aligncenter" width="281" caption="Potret seseorang di Merapi. Teman kos, sebetulnya. Berminat? Hubungi ..."]
[/caption] Portrait photografy adalah soal kontak mata. Tapi entah di foto di atas ini matanya kelihatan atau tidak. Hitam saja begitu karena cahaya. Potret juga ini bukan? Dan, katanya akan lebih baik lagi kalau terjadi kontak mata. Maka beginilah kira-kira yang saya pilih. [caption id="attachment_192170" align="aligncenter" width="251" caption="Kontak mata. Tapi perhatikan sekali lagi. Yakin cuma matanya yang me-"]
[/caption] He he he .... Lalu, kemarin saya tanya admin Kampretos. Satu. Haruskah pakai objek tunggal? Katanya "boleh lebih dari satu objek, Mas." Okelah. Dikopi. Kedua. Apakah harus pakai objek manusia? Pertanyaan ini saya tanyakan kepada rekan amatiran yang tiap hari jadi teman berburu. Katanya, "Ya coba saja, kalau ada yang protes berarti tidak boleh!" Maka inilah potret yang saya maksud. Jreng! [caption id="attachment_192171" align="aligncenter" width="614" caption="Keterangan. Ras: Persia. Nama: Dona. JK: Betina. Status: Janda satu anak. Harga: terakhir sih ada yang tawar 700ribu, belum boleh. :)"]
[/caption] Nah. Demikian pengakuan saya tentang serunya portrait photography khusus tema WPC minggu ini. Sambil mengikuti yang lain, saya pelajari. Betapa syahdunya foto-foto itu. Mungkin ini yang dimaksud "gambar berbicara". Secara tegas, tentu saja. Dari bagian hati saya yang minder, sebetulnya lebih senang melihat foto profil Mas Yswitopr dan Bang Ramli Hasibuan. Itu sangat potret cui. Selamat berkarya buat semua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H