Lihat ke Halaman Asli

Fandi Sido

TERVERIFIKASI

Menghilangnya Arza Basyahril (6)

Diperbarui: 25 Juni 2015   05:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13351511641779713661

(Sebelumnya ....) Tak banyak yang bisa dirasakan di dalam kegelapan, kecuali perasaan hening yang terkadang sulit dibedakan dengan kehampaan. Gadis itu meringkuk dengan lutut tertekuk. Satu-satunya cahaya yang bisa ditangkap retinanya  menyeruak dan terbias melalui kaca jendela berdebu. Bunyi-bunyi langkah di luar lebih terdengar seperti hempasan kaki yang tegas, seakan-akan disertai umpatan dan komat-kamit ocehan tak jelas maksudnya. Kedua tangannya terikat di belakang, dan mulutnya tersumpal. Yang terlihat jelas hanya dua butir cahaya yang dipantulkan oleh mata kecilnya. Yang terdengar hanyalah suara napas yang tersengal, tertahan di mulut. Pukul 02.30 dini hari. Di koridor luar berdiri dua sosok seukuran laki-laki dewasa. Dandanannya khas serba gelap, semakin lengkap dengan gaya bicara yang hemat lagi hati-hati. Tiga pengawal yang merangkap petugas keamanan mengangguk menerima perintah dari sang ketua yang mengenakan jas panjang lebih mirip jubah. Ketiga pengawal itu lalu bubar dan melewati dua orang penjaga pintu yang asik bermain catur dalam diam dan patuh. Satu-satunya koridor di rumah itu adalah yang menuju dapur luar ruangan yang jarang dipakai. Tiga kamar mengapit di dua sisi berdiri di bagian selatan ruangan utama yang juga adalah ruang tamu. Halamannya ditumbuhi banyak tumbuhan liar di antara dua pohon mangga yang nampak kurang subur. Satu-satunya penerangan di halaman adalah lampu pijar lima watt bercahaya warna kuning, sekaligus difungsikan untuk menerangi gang di depan. Sosok berjubah dengan langkah tegas kemudian mengunci pintu dari dalam. Ruangan peristirahatannya senyap seperti biasa, tapi kucing putih berbulu panjang yang biasanya tidur di atas karpet kini tidak ada. Saat lampu sudut ruangan dinyalakan, akhirnya ia terkejut oleh sosok yang tiba-tiba nampak duduk di satu-satunya kursi ruangan itu. Cahaya dari luar tak banyak membantu. Tuan rumah baru itu tak kuasa menahan rasa herannya sampai ia tak bergerak. “Selamat pagi, Arza.” Adam tersenyum sambil dengan tangannya yang santai membuka gulungan kertas pesan berwarna kuning itu. “Anak muda yang cerdas. Sulit dipercaya. Tiga jam yang lalu, aku hampir putus asa menemukanmu.” Adam berdeham. Sementara sosok di pintu itu masih menunduk hingga ujung topi bundar bergaya Eropa tengah abad ke-19 itu menutupi bagian atas wajahnya. “Ternyata semua dugaanku benar justru di saat-saat terakhir seperti ini. Penculikan gadis itu, menghilangnya calon mempelai, dan bunuh diri Pak Abdul Malik. Sejak awal, orang yang dicari tak pernah ke mana-mana. Bukankah begitu?” Bibir investigator itu bergerak, namun kata-katanya tertahan sesaat. (Selanjutnya …)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline