Lihat ke Halaman Asli

Fandi Sido

TERVERIFIKASI

Cerianya Ramadan, Liarnya Pacaran

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid Agung Jawa Tengah (hifatlobrain.net)

[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Masjid Agung Jawa Tengah (hifatlobrain.net)"][/caption] Matahari mulai menguncup di barat, lalu lintas semakin padat. Masjid Agung Jawa Tengah memang menjadi tempat favorit bagi warga Semarang untuk menghabiskan waktunya ngabuburit. Seperti sore ini (8/8/2011), puluhan gerobak aneka jajanan berbaris di luar pagar. Masjid yang diresmikan tahun 2006 itu seakan mal religi dan berkuasa menampung ribuan warga yang menikmati aktivitas jelang berbuka puasa. Corong pengeras suara sudah bertalu-talu memperdengarkan Ayat Suci, sesekali diselingi suara bass pengelola yang menyampaikan pengumuman. Di plasa seluas hampir satu hektar bertingkat dua di sebelah timur masjid, ratusan orang tumpah-ruah memadati dengan bersantai sambil mengobrol. Sebagian besar dari mereka, berpasangan laki-laki dan perempuan. Sejenak terasa wajar saja di benak saya melihat pasangan muda-mudi duduk berdekatan di atas beberapa sepeda motor di jalan masuk masjid yang dijaga tiga orang petugas tiket parkir. Muda-mudi itu saling tertawa, satu-dua lainnya saling pegang tangan. Terasa aneh mengingat ini adalah tempat ibadah. Ternyata, apa yang saya lihat di plasa yang lebih dekat dengan pintu utama masjid, lebih mengejutkan. Jumlah pasangan muda-mudi lebih banyak dan lebih terpencar. Beberapa pasang muda-mudi bersandar di pilar-pilar plasa masjid seakan-akan menguasai area itu, di bagian lain beberapa pasang berbaris duduk saling berdekatan di tepian taman bunga dan prasasti yang dihiasi air mancur. Ini masjid, benakku. Masjid tersohor seantero Jawa Tengah, mungkin Indonesia. Tapi apa yang dilakukan masyarakat sekitarnya menghiasi pemandangan harian lingkungan ibadah ini dengan kurang tepat. Masjid Agung Jawa Tengah berdiri di atas tanah seluas lebih dari 10 hektare dengan bentuk bangunan yang lapang terdiri dari plasa utama dan lapangan parkir di sisi utara dan selatan. Plasa masjid berbentuk lantai bertingkat dua. Tingkat pertama dihubungkan dengan 20 anak tangga menuju jalan masuk utama di sebelah utara, sedangkan plasa tingkat kedua dihubungkan dengan sepuluh anak tangga kecil menuju pintu masuk ruang utama masjid. Di dua plasa utama inilah, dengan desain futuristik khas Timur Tengah bercampur gaya Jawa Kauman, menjadi tempat yang sanagt teduh, terutama pada jam-jam matahari sudah terhalang menara-menara kubah masjid. Di plasa masjid ini, pada sore hari menjelang waktu berbuka, puluhan muda-mudi berpacaran. Dari ekspresinya, mereka nampak sangat tenang. Beberapa bahkan saling bersandar bahu dan punggung. Yang mengejutkan saya adalah, ada pula dua-tiga pasangan muda-mudi yang berkencan di tangga persis depan pintu masuk masjid di lantai dua, seakan mengucap ikrar kebersamaan mereka di puncak tertinggi plasa. Ada pula pemuda lokal yang membawa tempan perempuannya yang adalah "bule", bersantai dan saling berpegangan tangan di tepian kolam. Saling sandar pundak dan saling kait tangan, santai saja mereka saling berbisik meski beberapa anggota jamaah yang jauh lebih tua beberapa kali berjalan dan berdeham di dekat mereka. Masjid Agung Jawa Tengah memang tempat yang nyaman, tak pelak pasangan muda-mudi Semarang dan sekitarnya menganggap area peribadatan yang juga ditujukan wisata religi ini sebagai tempat pelabuhan asmara remaja yang (mungkin) terasa semakin  hangat di bulan Ramadan. Saat dihubungi, pihak Badan Pengelola mengaku masalah ini sudah berusaha diatasi sejak beberapa tahun yang lalu, karena sejak masjid baru diresmikan tahun 2006, antusiasme masyarakat untuk mengunjungi area ini sudah menjadi-jadi. Berdasarkan data yang dihimpun BP, dalam kurun waktu 2009 hingga 2010 tercatat setidaknya 145 pasangan muda-mudi berpacaran digiring ke kantor polisi. Salah seorang petugas keamanan yang enggan disebutkan namanya mengaku, saat terjadi penjaringan pasangan pacaran, BP harus berusaha menjaga agar pengunjung lain tidak merasa terganggu. "Ini dilema juga, mas. Kita jaring hari ini, besok ratusan pasang pacaran lain yang baru, datang," katanya menjelaskan dengan nada rendah, sambil melihat ujung sepatu kulitnya yang mengkilap. Diakui pula, memang aktivitas pacaran muda-mudi di MAJT ini meningkat selama bulan Ramadan, namun hingga memasuki hampir separuh bulan, belum ada penjaringan. "Tempat favorit mereka ya di plasa itu, sebelah barat dan selatan," imbuhnya. Petugas keamanan yang disebar di hampir seluruh area plasa pun nampak biasa saja melihat muda-mudi yang saling pegang tangan di bagian taman. Memang tingkah beberapa pasangan pacaran berubah "kalem" saat didekati petugas keamanan, tapi santai saja pada akhirnya. Kegiatan "bersantai" itu pun berakhir saat hari gelap dan muda-mudi ini tak lagi dapat melihat cerahnya wajah pasangan mereka karena memantulkan sinar matahari keemasan. Pengunjung MAJT bisa mencapai 1.000 orang setiap hari di Bulan Ramadan. Rombongan wisata dari daerah-daerah lain yang datang dengan unit-unit bus turut meramaikan kegiatan di plasa setiap sore, berbaur dengan wisatawan lokal. Saat mencari pusat pengaduan warga atau pengunjung, saya tidak bisa menemukan  tempatnya. Penasaran mengetahui pendapat wisatawan yang berasal dari luar kota Semarang terkait aksi liar muda-mudi berpacaran di plasa masjid. Hingga saat ini saya masih menantikan kebijakan terkini dari Badan Pengelola atau Pemerintah Kota Semarang untuk memperbaiki situasi ini. Saat jamaah tarawih bubar malam itu, saya melangkah keluar melalui plasa yang sama saat saya masuk, dan ternyata masih ada lebih dari sepuluh pasang yang berpacaran dengan syahdunya. Tebak saya, sebagian besar dari mereka hanya datang ke masjid ini untuk saling bercanda dan menungkapkan cinta muda, dan bukan ikut berjamaah entah salat fardu atau tarawih. Tapi dipikir-pikir, kalau mereka sudah dilarang dan betul-betul tidak ke area masjid lagi, pasti suasananya tidak semeriah ini. Entahlah. Masalah sosial memang butuh penyelesaian sosial juga, saat hukum sudah kebingungan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline