Lihat ke Halaman Asli

Fandi Sido

TERVERIFIKASI

Surat Tak Terkirim (43)

Diperbarui: 25 Juni 2015   22:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

(SEBELUMNYA....)

Satria tersenyum-senyum meledek sahabatnya itu. Masalah cekcok sepasang kekasih baginya adalah kekayaan pengalaman persahabatan yang membuatnya terhibur. Dea dengan pakaian kasual berbalut kaos dan jaket jins lengan panjang serta topi lebar khas pemburu bertali di bagian leher membuat Ardi beberapa kali menggeleng tak percaya. Kekasihnya itu menyusulnya hingga Denpasar.

Sekitar dua jam sebelumnya, saat Ardi mengendap-ngendap bersama Jakob ke dalam kompleks yang masih sepi di pagi buta, mereka langsung mengetahui bahwa di lokasi inilah Satria dan Menteri Kehutanan disekap. Ia langsung mengirimkan SMS kepada Dea yang mengaku masih berada di Jakarta. Ardi memberitahu setiap detil penampakan bangunan yang mereka datangi, berapa penjaga, serta kemungkinan-kemungkinan terburuk yang bisa terjadi jika sampai pukul 6 pagi ia belum memberi kabar. Berbekal pesan itulah, Dea yang telah tiba di Denpasar malam sebelumnya memberanikan diri untuk terlibat secara langsung dalam rencana sebelumnya ia anggap konyol. Saat ia menelepon dan ternyata pengawal penculik, Bento, yang menerimanya, ia telah berada di jalan raya sekitar kilometer menuju lokasi itu, dengan keyakinan bahwa benar telah terjadi sesuatu dan ia harus bertindak secepatnya. Turun dari taksi pengantar, ia langsung masuk ke mobil BMW yang telah tersimpan kunci di dalamnya. Ardi sengaja menaruh kunci di dalam laci dashboard mobil untuk Dea yang berencana nekat.

Ardi lagi-lagi bersyukur. Ia tetap tersenyum ketika Dea dengan cuek saja membantu Jakob, Obey, dan Cintya melepaskan tali di kaki mereka dan membantunya berdiri. Saat menggamat lengan Cintya yang memiliki tinggi badan hampir sama dengannya, ia menatap mata gadis itu dalam-dalam, lalu melihat ke kekasihnya.

Ardi salah tingkah lalu memalingkan wajah. Ia bisa menebak apa yang ada di pikiran kekasihnya. Ia masih terlibat dalam masalah, dan ada banyak hal yang harus ia ceritakan kelak. Namun Dea menunda semua pengakuan itu. Ia lantas menatap ke arah Bento dan Rojer. Dua pengawal yang nampak mulai menyerah.

Ardi bangkit lalu mendekat ke Bento. Dipungutnya pistol revolver berwarna perak dengan laras agak panjang itu. Gagangnya berlapis kayu berukir naga dan bertuliskan negara tempat dibuatnya. Ia mengayun-ayunkan pistol itu bermaksud mengukur berat kasarnya. Bento ketakutan melihat aksi itu karena lubang hitam kecil di  ujung pistol itu melintas beberapa kali di depan matanya.



“Nah.... Kena kau. Kau juga. Enaknya he jadi penjahat? Rasakan!” Obey mengata-ngatai kedua pengawal itu penuh kemenangan.

Satria lalu mengikat kedua penjahat itu ke satu tiang pos. Jakob dan Obey membantunya. Bento nampak kesal dan menyalahkan Rojer yang lengah dan tidak waspada. Terang saja itu hanya menimbulkan percekcokan sengit di antara mereka. Rojer menendang Bento dengan kaki belakangnya, dan terbalas. Ardi hanya menggeleng melihatnya.

“Sekarang, ke mana Matius membawa Pak Menteri? Katakan!” Satria berusaha mendapatkan informasi kepada keduanya.

“Cepat katakan!” Cintya menyambung.

Satria menggeleng malas karena mereka berdua tak kunjung bergeming.

Ardi yang sudah tak tahan langsung saja mengarahkan pistol itu hingga merapat ke kening Bento. Tak butuh lima detik untuk membuat pengawal yang ketakutan itu untuk berbicara. Ia pun mengatakan tempat Matius pergi dan berjanji bertemu dengan mereka.

“Museum Bali. Museum Bali! Tolong jangan tembak. Anak saya tiga!”

...

(SELANJUTNYA...)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline