Lihat ke Halaman Asli

Fandi Sido

TERVERIFIKASI

Surat Tak Terkirim (32)

Diperbarui: 25 Juni 2015   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

(SEBELUMNYA....)

Setelah mereka diam sejenak, akhirnya perwira tertinggi berpangkat jenderal itu bangkit dari duduknya. Kursi berkaki aluminium sempat terdorong ke belakang saat kedua pahanya yang berlapis celana jins lurus serentak. Penyeranta di pinggangnya nampak gagah bersanding dengan telepon genggam keluaran Kanada berlogo khas itu.

“Segera kirim tim Detasemen 88 ke tempat kejadian sebagai pasukan pendukung. Untuk sementara kita biarkan kapolda Bali mengambil alih koordinasi pengejaran ini. Kita di sini pusatkan transfer informasi waktu nyata untuk setiap perubahan yang terjadi selama pengejaran. Siagakan unit Manajemen Lalu Lintas Nasional dengan dua monitor di ruangan ini menampilkan pantauan lalu lintas jalan-jalan tersebut. Polda Bali pasti telah memblokir beberapa ruas jalan, fokuskan pemantauan di situ. Siapkan fasilitas skype untuk sambungan langsung video dengan siapapun saya akan berbicara nantinya, juga telepon satelit. Kita ingin mendapatkan informasi selengkap mungkin tentang kejadian di sana. Saya tidak ingin ada satu kejadian pun yang luput dari pengamatan kita. Selebihnya sambut pekerja media yang pasti akan segera berjibun di kantor ini dalam beberapa menit ke depan. Segera!”

Instruksi itu diucapkan dengan jelas. Tambahan bahasa tubuh dari sang jenderal cukup membuat pesan-pesan itu diterima langsung oleh semua pelaksana tugas yang berada di ruangan itu. Beberapa petugas bahkan langsung berhambur keluar melaksanakan tugasnya ketika instruksi belum selesai. Mereka sudah paham seperti apa situasi yang akan mereka hadapi. Salah seorang petugas berpangkat sedang bahkan langsung membuka jejaring sosial melalui telepon pintarnya. Dengan lepas begitu saja, ia menuliskan status, “Menhut ditemukan, Denpasar at Dawn....

“Pak Kadivhum, saya minta tolong Bapak kontrol semua di sini untuk sementara. Saya harus menghubungi Menkopolhukam sebelum konfirmasi ke presiden pagi ini,” kata Kapolri kemudian sebelum beranjak keluar dari ruangan itu dan kembali ke mobil.



***

Mobil saling kejar itu semakin dekat. Kilatan cahaya lampu mobil polisi satuan pengejarterpantul-pantul di atas aspal yang basah dan tiang-tiang listrik yang mengkilap. Di atas mobil itu Jalil berusaha menenangkan badannya ketika Jakob dan Obey berusaha mengendalikan laju mobil. Mereka telah tiba di depan sebuah kompleks tua ketika rem ditekan dengan keras. Ban berderit ketika mobil itu berbelok ke dalam dan menembus pagar besi lalu berhenti di tengah lapangan, tepat di belakang Ardi.

Mesin dimatikan. Jakob tak percaya apa yang dilihatnya melalui jendela depan mobilnya. Jalil bahkan tak kuasa mengatupkan mulutnya ketika ia mendapati dirinya kembali ke kompleks tempatnya melarikan diri beberapa menit lalu.

“Bos....” sapa Jakob lirih ketika keluar dari mobil.

Obey yang keluar menyusul, langsung mengawal menteri kehutanan yang sudah kelelahan akibat goncangan dan angin dingin.

Matius melangkah ke belakang dengan hati-hati sambil tetap menodongkan pistol ke kepala Cintya yang kelelahan dan berkucuran air mata. Pistol itu diarahkan ke depan, entah menunjuk Ardi yang berdiri mematung atau kawanan tiga orang yang baru saja tiba.

“Serahkan Pak Menteri kepadaku.”

“Atau kubunuh gadis ini.”

Ardi menatap Matius, Cintya, dan Jalil bergantian. Perasaannya masih tak karuan dengan situasi rumit ini. Ia merasa berdiri di tengah-tengah peperangan orang lain yang terlanjur menyeretnya ke dalam situasi yang tidak mengenakkan. Keputusan yang sulit dan waktu yang sempit selalu menjadi momok bagi logika berpikirnya yang didominasi otak kiri.

“Aaah.... Akhirnya ini reuni keluarga ya.” Matius menyindir. Matanya yang tajam bagaikan bison yang menghadapi seonggok daging menapat menteri itu dengan lapar.

...

(SELANJUTNYA...)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline