[caption id="attachment_112023" align="aligncenter" width="680" caption="Inilah satu potret keakraban aparat penjaga perbatasan, antara orang-orang Indonesia dan orang-orang Malaysia. Pos Jaga Imigresen, Serawak, Malaysia. 21 Mei 2011. (Hak Cipta Foto: Daniel Yudi Arnanto)"][/caption]
Ini adalah seri pertama tulisan saya sebagai laporan perjalanan ke Entikong dan beberapa daerah di Kalimantan Barat, 20--24 Mei 2011. Tulisan lain dipublikasikan selanjutnya oleh Aziz Abdul Ngashim, teman seperjalanan yang sangat solider dan ceria. Gerbang Batas Kec. Entikong-Serawak, 21 Mei 2011 | 09.00 WIB. Hari kedua trip kami setelah pada hari sebelumnya menikmati banyak rangkaian Pekan Gawai Dayak di kota Pontianak, rombongan kecil kami yang dipandu oleh Daniel Yudi Harnanto dari Keana Production diantar ke gerbang perbatasan RI-Malaysia di Kecamatan Entikong, Kabupaten Sanggau. Apa yang kami lihat di sana adalah hal-hal yang luar biasa dan baru. Bukan saja karena ini adalah pengalaman pertama, tetapi juga karena pembauran yang nampak di sini seakan menjadi hal yang biasa dan normal. Tidak ada pertikaian, tidak ada perselisihan. Semuanya beraktivitas di sekitar dua gerbang dua negara, lalu orang-orang sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Setelah menyempatkan diri melakukan wawancara sederhana dengan penjaga gerbang perbatasan, kami mendapatkan fakta bahwa ternyata apa yang beberapa waktu lalu digembor-gemborkan sebagai isu "panas" di media nasional terkait hubungan kedua negara, ternyata baik-baik saja. Muslimin, salah seorang yang setiap hari aktif menjaga gerbang imigrasi perbatasan RI-Malaysia, mengaku bahwa media-media nasional terlalu berlebihan mengabarkan konflik ini-itu, padahal fakta berbicara sebaliknya. "Kami baik-baik saja di sini. Tidak ada perselisihan dengan Malaysia. Orang-orang kita belanja di satu pasar dengan orang-orang Malaysia, mereka bertukar uang dan barang. Tidak ada konflik berarti. Media saja yang berlebihan," katanya sambil menggeleng-geleng. Meski demikian, diakui olehnya dan beberapa aparat lainnya, bahwa konflik yang lebih terasa adalah dilema kewajiban menjaga keamanan arus barang dan uang. Muslimin mencontohkan, hingga saat ini peredaran barang ilegal masih tinggi dan pelakunya pun semakin cerdik mengelabui aparat. Bahkan, pernah suatu saat petugas penjaga menangkap truk yang berusaha menyelundupkan mesin-mesin perahu motor yang diselipkan di bawah tumpukan komoditi sayur dan buah-buahan terdaftar. "Tugas kita di sini tidak main-main. Kami tidak boleh lengah, walaupun infrastruktur kita masih jauh dibandingkan Malaysia," imbuhnya. [caption id="attachment_110378" align="aligncenter" width="640" caption="Inilah pos perlintasan dan imigrasi Malaysia di Serawak. (Hak Cipta Foto: Daniel Yudi Harnanto)"][/caption] Memang, setelah diperhatikan, bahkan keadaan aspal jalanan Kecamatan Entikong berbeda jauh dengan mulusnya aspal di tanah Kuching, Serawak. Bukti-bukti lain pun semakin tegas terlihat ketika rombongan kami diberi izin untuk melintas ke Kuching dan sempat bercengkerama dengan beberapa aparat penjaga pos perbatasan dan petugas imigrasi Malaysia. Yang membuat kami salut adalah kerjasama dan persatuan masyarakat Dayak, Tionghoa, dan Melayu di Kalimantan yang bekerja sama menjaga tanah mereka. Memang satu-dua orang yang kami mintai pendapatnya menyatakan bahwa mereka sejatinya lebih memilih Malaysia daripada Indonesia. Tapi melihat kesigapan para aparat penjaga perbatasan menyikapi keadaan mereka dan keadaan manajemen negara secara umum dalam mengelola garis batas, kami pun turut yakin dan percaya bahwa Kedaulatan RI masih terjaga dengan baik. "Memang kita kalah infrastruktur dan kedisplinan, tapi semangat pertahanan dan kekuatan budaya lokal kita masih jauh lebih unggul. Bahkan, kalau oknum-oknum Malaysia masih berani membabat hutan kita karena mereka tak punya banyak lahan, mereka yang salah. Kita yang kaya, tetapi tetap kita juga yang harus menjaga." jelasnya Muslimin lagi. Pengelolaan TKI pun cenderung masih baik di sini dibandingkan daerah-daerah perbatasan lain. Memang menurut warga dan beberapa penjaga gerbang batas, beberapa kali terlihat aksi penyeberangan tenaga kerja secara ilegal, akan tetapi sebagian besar kasus bisa diatasi. Untungnya, gerbang perbatasan RI-Malaysia di Entikong ini sudah tergabung dalam sistem pengawasan yang terintegrasi dengan beberapa badan vital terkait seperti Kementerian kesehatan, Dirjen Pajak, Imigrasi, Kepolisian dan TNI, bahkan pengawasan vegetasi dan perkebunan oleh Departemen Kehutanan. Tiap-tiap bagian kerja ini memiliki satu pos yang harus dilewati setiap pelintas, baik dari Malaysia maupun Indonesia. Semua diawasi dan didaftar, termasuk tenaga kerja dan komoditi ekspor-impor. Kelihatannya memang sederhana, namun tugas ini sesungguhnya berat. Gerbang Perbatasan RI-Malaysia di Entikong dibuka dari pukul 06.00 hingga pukul 18.00. Masa selain jam kerja itu terkadang dimanfaatkan untuk penyelundupan, namun hal ini pun sudah diantisipasi. TNI turun tangan membantu jalannya lalu-lintas imigrasi dan arus komoditi. Masalah yang paling pelik di Entikong hanyalah kesadaran warga yang masih memanfaatkan berbagai kesempitan untuk melakukan perdagangan ilegal. Karena sembunyi-sembunyi, tidak semua aksi mereka bisa diatasi oleh aparat. Akan tetapi bagaimanapun, Beranda terdepan negara kita di sini butuh dukungan terus menerus, apapun bentuknya. "Kami di sini baik-baik saja dan terus bekerja, mencari nafkah sambil menjaga beranda negara. Tapi tolong ingat bahwa kami tidak bertanggung jawab sendirian." kata Muslimin menutup pembicaraan. Itulah sedikit cerita dari gerbang batas. Masih banyak cerita lanjutan, termasuk saat rombongan kami memasuki dusun sepanjang sungai yang nampak kontras dengan kehidupan warga kota. Tunggu laporan selanjutnya ya .... [caption id="attachment_110383" align="aligncenter" width="640" caption="Bersama para petugas penjaga gerbang perbatasan RI-Malaysia di Entikong. (Hak Cipta Gambar: Daniel Yudi Harnanto)"][/caption] [caption id="attachment_110387" align="aligncenter" width="640" caption="Inilah gerbang terdepan, beranda negara kita di Entikong. (Hak Cipta Foto: Daniel Yudi Harnanto)"][/caption] [caption id="attachment_110394" align="aligncenter" width="640" caption="Salah satu informasi di gerbang perbatasan Entikong. (Hak Cipta foto: Daniel Yudi Arnanto)"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H