Sayang.... Aku tahu kehidupan ini tak seindah yang kita bayangkan saat muda dulu. Banyak keheningan tidak penting, lebih banyak lagi kehingar-bingaran berlebihan yang kita tidak tahu muasal datangnya. Tiba-tiba ada saja di bawah atap bersama kita. Melepuh, lalu terpercik ke muka kita. Membuat kita terkekeh-kekeh berdua setiap kali saling membasuh badan di depan cermin di pagi hari. Sayang.... Kau tahu? Kita tak pernah berteori tentang cinta kita ini. Dari dulu. Tak ada itu kalimat "Kau membawa gelasnya dan aku menuangkan anggur merahnya." Kita pernah bilang sejatinya ini semua.... em... apa itu istilahnya? Semu? Ya sayang... Semu. Kita membeli ranjang bersama, menggunakannya bersama hingga rusak, lalu duduk berdua menjahit rendanya yang sobek di sana-sini karena usang. Mengapa kita tidak menggantinya saja dengan yang baru? Itu kata-kata orangtua kita. Ibu mertuaku dan Ibu mertuamu, sayang. Tapi mereka tidak tahu cerita apa-apa. Hanya kita sayang. Sayang.... Tidakkah kau merasakan bahwa betapa waktu kita panjang sekali. Lama... begitu kata anak-anak kita. Kita sudah tua! Tapi... senyum kamu itu, sayang. Kekuatan hatimu menjagaku dalam kesetiaan, adalah penikmat waktu kebersamaan kita yang paling baik, terasa semuanya masih seperti kemarin. Aku tertegun setiap kali meraba telapak tanganmu, dan ternyata masih hangat, masih bisa menegakkan bulu-bulu kudukku. Ah, sayang.... Perasaan ini indah. Hanya orang-orang bodoh, pragmatis, dan terlalu naif yang berkoar-koar lalu tertunduk mencari teori di balik cinta ini, atau cinta mereka sendiri. Mereka belum banyak melihat dunia, sayang, kau tahu?, sehingga mereka masih sibuk mencorat-coret kertas atau batang pohon dengan namanya ... lalu mengikutinya dengan kata "Ini cinta." Sayang.... Biarkan terus aku memanggilmu "Sayang". Jadi kalaupun nanti aku harus mati tanpa membawa teori apapun tentang cinta kita, paling tidak kata "sayang"-ku untukmu bisa menjelaskan semuanya, menerjemahkan kebisuanku, atau ... atau... Biarkan kata "sayang" dariku yang terngiang-ngiang di telingamu itu menjadi kata yang paling kau senangi saat ingin mengenangku, sambil memeluk guling di ranjang kita. Kita tidak menargetkan apa-apa untuk cinta. Cinta tidak bisa dibatasi. Ssetinggi langit tak berujung ataupun sedalam lautan tak berdasar, bagi kita cinta ini tak sekecil itu. Tidak sempit begitu. Cinta kita sudah dilahirkan bahkan sebelum manusia pertama mengenal "teori". Cinta kita sudah digariskan bahkan sebelum dunia mengenal dirinya sendiri. Cinta kita sudah ditentukan arahnya bahkan sebelum aku membayangkan menjadi seonggok daging dan darah yang bernyawa. Sayang.... Tidurlah. Peluk erat kasihmu, lalu tersenyumlah dalam kelelapan yang damai. Aku ada di sini, menambah coretan sayang untukmu, yang tak sebatas tinta dan teori. Aku sayang kamu. [caption id="" align="aligncenter" width="630" caption="Ilustrasi (eyefetch.com/Jun Jun Lumbo)"][/caption] --- *untuk Manda. Sleman, Minggu malam 3 April 2011.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H