Lihat ke Halaman Asli

Pemikiran Politik Islam: Lintasan Panjang Sejarah

Diperbarui: 5 Juli 2024   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pemikiran politik Islam memiliki sejarah panjang dan kaya, terbentang dari masa Khulafaur Rasyidin hingga era demokrasi modern. Dalam perjalanannya, pemikiran ini mengalami berbagai perkembangan dan dinamika, merespon konteks sosial, politik, dan intelektual yang berbeda pula. Seiring berjalannya waktu, pemikiran politik Islam tidak hanya mengalami perubahan bentuk tetapi juga substansi, menjadikannya sebagai salah satu disiplin yang dinamis dalam studi Islam.

Masa Khulafaur Rasyidin (632-661 M)

Masa Khulafaur Rasyidin, empat khalifah penerus Nabi Muhammad SAW, menandai periode awal dalam sejarah pemikiran politik Islam. Khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib menerapkan prinsip-prinsip musyawarah (syura) dan pemilihan pemimpin (bai'at), yang menjadi fondasi penting bagi perkembangan pemikiran demokrasi dalam Islam. Selama masa ini, keputusan-keputusan politik dan administrasi diambil melalui proses konsultatif, di mana para sahabat Nabi dan pemimpin umat terlibat aktif dalam memberikan saran dan pandangan.

Pada masa ini, nilai-nilai keadilan, kesejahteraan, dan tanggung jawab sosial ditekankan dalam pengelolaan negara. Khalifah Umar bin Khattab, misalnya, dikenal dengan reformasi-reformasi administratifnya yang memastikan pemerintahan berjalan secara adil dan transparan. Khalifah Ali bin Abi Thalib juga memberikan kontribusi penting dengan penekanannya pada prinsip keadilan dan perlindungan terhadap hak-hak individu.

Era Dinasti dan Kekhalifahan (661-1258 M)

Memasuki era dinasti dan kekhalifahan, seperti Umayyah, Abbasiyah, dan Utsmaniyah, sistem pemerintahan Islam mengalami pergeseran. Dinasti Umayyah, yang berpusat di Damaskus, memperkenalkan model pemerintahan monarki dengan kekuasaan yang lebih terpusat. Sementara itu, Dinasti Abbasiyah, yang berpusat di Baghdad, dikenal dengan kemajuan intelektual dan kebudayaannya, di mana pemikiran politik Islam berkembang pesat dengan munculnya berbagai mazhab fiqih dan pemikiran filosofis.

Para sarjana seperti Al-Mawardi dan Ibn Khaldun memberikan kontribusi besar dalam pemikiran politik Islam pada masa ini. Al-Mawardi, dalam karyanya "Al-Ahkam al-Sultaniyyah", membahas tentang prinsip-prinsip pemerintahan Islam dan kriteria seorang pemimpin yang ideal. Ibn Khaldun, melalui karyanya "Muqaddimah", memperkenalkan teori-teori sosiologi dan politik yang menjadi rujukan penting hingga kini.

Pada masa ini, terjadi perdebatan intens tentang hubungan antara kekuasaan politik dan otoritas keagamaan. Beberapa kalangan menekankan pentingnya legitimasi keagamaan dalam pemerintahan, sementara yang lain lebih fokus pada aspek-aspek praktis dan administratif dalam pengelolaan negara.

Masa Modern dan Kontemporer (1258 M - Sekarang)

Masa modern dan kontemporer ditandai dengan interaksi Islam dengan dunia Barat dan munculnya berbagai gerakan pemikiran baru. Invasi Mongol dan jatuhnya Baghdad pada tahun 1258 menandai berakhirnya era kekhalifahan Abbasiyah, namun pemikiran politik Islam terus berkembang di berbagai wilayah seperti Andalusia, Turki Utsmani, dan Mughal di India.

Pada masa ini, pemikiran politik Islam mulai berinteraksi dengan ide-ide Barat, terutama setelah era kolonialisme. Para pemikir seperti Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, dan Fazlur Rahman Khan berupaya memodernisasi pemikiran politik Islam dengan merespon tantangan-tantangan baru seperti demokrasi, hak asasi manusia, dan hubungan agama-negara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline