Berguling ke kanan, lantas ke kiri. Tengkurap, lalu telentang lagi. Entah sudah berapa kali aku mengubah posisi agar bisa terlelap tenang. Ada firasat aneh yang menggangguku malam ini. Firasat yang menuntun intuisiku untuk segera menghubungimu, tapi gengsi masih menahanku.
Jujur, bagiku ini aneh karena hampir tiga bulan aku tidak merasakan cemas berlebih yang mengarah padamu. Tapi, entah kenapa malam ini rasanya begitu misterius.
Badanku capek, mataku ngantuk. Sungguh, aku ingin tidur. Tapi, pikiranku benar-benar tidak tenang. Bayanganmu begitu jelas terlihat tiap kali aku memejamkan mata.
Kalau memang ini karena rindu, rasanya tidak mungkin. Sebab, degub cemaslah yang saat ini mendominasi perasaanku. Ada apa sebenarnya? Kamu kenapa?
***
"Kak?" isi sebuah pesan yang masuk ke ponselku. Tertulis nama adikmu di bagian identitas pengirim pesan itu. Degub jantungku makin tak beraturan, kekhawatiranku kian menjadi-jadi. Aku tidak membalas pesan itu karena aku lantas menelponnya.
"Dik? Kamu di mana?" tanyaku.
"Kakak di mana?" tanyanya balik dengan sisipan isak tangis.
"Kos. Kenapa? Kamu kenapa, Dik? Kamu nangis, ya?" selidikku yang tambah panik karena ini kali pertama aku mendengar isakan dari adik lelakimu.
"Kak, sepuluh menit lagi aku ke kos Kakak, ya?" katanya.
"Ada apa? Ngapain ke kos Kakak jam segini?" responsku yang terkejut. Waktu menunjukkan pukul tiga kurang sepuluh menit. Sebentar lagi subuh dan Huta hendak bertamu. Gila!