Kau pernah bilang, suatu saat, aku pasti akan menghindari tempat ini. Tempat yang sempat menjadi saksi kita menyantap nasi telur dengan penyajian fancy di dini hari yang sepi.
Kau juga pernah berceletuk jika suatu hari nanti, aku tidak akan kembali ke burjo yang sama-sama kita namai "burjo nasgor" karena cita rasa nasi goreng di sana paling pas bumbunya.
Pun aku ingat, kau pernah berkata bahwa pada akhirnya, akan ada saat di mana aku tersadar jika genggaman tangan kita, peluk hangat di malam itu dan teduh tatapanmu setiap kita belajar bersama adalah sesuatu yang akan membuatku benci pada seluruh sudut yang ada di daerah ini.
Awalnya, aku juga berpikiran sama. Aku sempat berpikir bahwa Tembalang akan menjadi neraka untuk aku yang mudah diperdaya trauma. Aku akan semakin paranoid terhadap hal-hal kecil yang membuatku takut.
Aku akan kembali menjadi pribadi yang was-was dan tidak tenang. Bahkan, aku sempat berpikiran jika huru-hara yang terjadi di bulan lalu hanya akan menjadikanku terpuruk. Namun ternyata, aku tidak sepecundang itu. Aku yang katamu adalah orang terpayah dalam urusan berbohong, kini telah menjadi pribadi yang berani berdiri di tengah neraka ini.
Aku tidak takut lagi mendatangi Busur Panah sendirian. Padahal dulu, aku sempat menghindarinya berbulan-bulan. Aku juga tidak takut menyantap nasi oseng ati sendiri, aku pun tidak takut pergi ke kedai kopi yang baristanya berasal dari kota yang sama denganmu.
Bahkan, aku yang dulu sangat menghindari titik kumpul persekutuan lelaki yang pernah aku ceritakan sosoknya padamu, justru kini berani mengangkat kepala dan menatapnya tajam ketika bersua.
Aku menang, Tuan!
Aku berhasil menang dalam perang yang melibatkan nalar, naluri dan egoku sendiri. Sebagaimana katamu, aku harus bisa menunjukkan siapa pemenang dalam permainan yang lalu.
Permainan yang pada ujungnya menyeret kita pada babak baru. Babak yang harusnya bisa kita hindari, namun tetap kita jalani karena kegagalan diri dalam mengendalikan nafsu. Babak yang kemudian membuatku berani membenarkan prasangkamu terhadap takarirku. Iya, takarir dalam unggahan fotoku yang sempat kau pertanyakan.
"Tidak ada yang lebih brengsek dari konspirasi alam semesta yang mempertemukan dua bajingan di waktu yang tepat. Waktu yang benar-benar pas untuk si Puan yang masih dikendalikan dendam dan sang Tuan yang tertuntun nafsu," begitu kira-kira takarirku yang kau pertanyakan.