Lihat ke Halaman Asli

Afri Emilia

Universitas Pertahanan

Sejarah Asia Tenggara

Diperbarui: 10 Mei 2024   10:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pada tanggal 20 November 2007, tepatnya pada KTT ke-13 ASEAN di Singapura, para kepala pemerintahan dari sepuluh negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN berhasil menandatangani Piagam ASEAN, yang kemudian menjadi dasar hukum dan kelembagaan baru bagi organisasi tersebut. Penandatanganan Piagam ASEAN ini merupakan dokumen kedua setelah dikeluarkannya Deklarasi Bangkok pada 1967, yaitu saat ASEAN terbentuk. Hal ini kemudian menjadi bagian dari sejarah hubungan internasional di Asia Tenggara. Perbedaan penting kemudian dapat dilihat dari bagaimana negara-negara Asia Tenggara bertindak dalam hubungan diplomatik satu sama lain serta dalam kawasan pada tahun 1967 dibandingkan pada tahun 2007 berkaitan dengan munculnya kekuatan-kekuatan besar dari beberapa negara Asia Tenggara.

Terbentuknya ASEAN dilatarbelakangi berdasarkan situasi di kawasan pada era 1960-an yang dihadapkan pada situasi rawan konflik, seperti perebutan pengaruh ideologi antar kekuatan militer negara-negara besar dan konflik antar negara di kawasan. Dibentuknya ASEAN dengan harapan kemudian untuk dapat menciptakan kawasan Asia Tenggara yang damai, aman, stabil dan sejahtera. Sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara pun diketahui sebagai negara bekas jajahan. Sejak pembentukan ASEAN, hubungan internasional di Asia Tenggara sudah dimainkan pada dua tingkat, yaitu tingkat bilateral antar negara dan tingkat multilateral ASEAN. Pada kedua tingkat terdapat lagi dua rangkaian hubungan yaitu pada tingkat bilateral, terdapat hubungan antara negara-negara Asia Tenggara sendiri dan hubungan negara-negara Asia Tenggara dengan aktor eksternal, khususnya negara adidaya. Pada tingkat ASEAN, ada hubungan antara negara-negara anggota ASEAN dan hubungan ASEAN dengan dunia luar, khususnya negara adidaya.

ASEAN yang hadir sebagai sebuah organisasi yang menaungi negara-negara yang ada di Asia Tenggara dengan berbagai macam kepentingan yang juga dimiliki dan ingin dicapai oleh tiap negara anggotanya kemudian membuat ASEAN yang dibentuk dengan tujuan agar dapat menciptakan kawasan Asia Tenggara yang damai, aman, stabil dan sejahtera memiliki berbagai dinamikanya sebagai organisasi yang menaungi negara-negara tersebut.  Salah satu dinamika hubungan internasional di Asia Tenggara kemudian adalah bagaimana kepentingan global dan lokal dapat saling melengkapi baik di tingkat bilateral maupun ASEAN.

Jika menilik kebelakang mengenai asal usul wilayah Asia Tenggara, konsep Asia Tenggara sebagai kawasan geopolitik merupakan produk Perang Dunia II di Pasifik. Dalam perang Sekutu melawan Jepang, Komando Asia Tenggara (SEAC) kemudian dibentuk pada tahun 1943. SEAC pada saat itu berkantor pusat di Sri Lanka, dimana secara geografis, SEAC tidak sepenuhnya sesuai dengan Asia Tenggara saat ini. Namun, hal itu memberikan konteks politik pada gagasan wilayah dengan koherensi politik dan strategis yang hampir tidak diisyaratkan dalam catatan perjalanan dan penggunaan antropologis dari istilah Asia Tenggara sebelum perang. Seperti yang dipaparkan sebelumnya bahwa sebagian besar negara-negara di Asia Tenggara merupakan negara bekas jajahan, kemunculan negara-negara Asia Tenggara yang baru merdeka pasca-Perang Dunia II kemudian membuat para pembuat kebijakan luar negeri serta konteks hubungan internasional mulai menganggap kelompok negara ini sebagai kawasan internasional. Kesadaran eksternal dari kawasan Asia Tenggara pada titik awal ini terutama merupakan produk dari posisi geostrategisnya dalam Perang Dingin. Pertanyaan pertama yang kemudian muncul dalam mengkaji hubungan internasional di kawasan Asia Tenggara adalah, kawasan seperti apakah Asia Tenggara itu?

Kedekatan geografis adalah kriteria dasar suatu wilayah. Pada peta, Asia Tenggara terletak di dalam ruang yang secara kasar dibatasi oleh Cina di utara, oleh Samudra Pasifik di timur, di tenggara oleh Australia, di selatan oleh Samudra Hindia, dan di barat daya oleh Teluk Benggala dan India. Wilayah Asia Tenggara secara geografis kaya akan sumber daya. Hutannya adalah sumber utama kayu keras tropis dunia. Asia Tenggara adalah penghasil utama minyak dan gas alam, hal inilah yang menjadi salah satu faktor persaingan perebutan yurisdiksi di Laut Cina Selatan. Asia Tenggara memiliki cadangan mineral termasuk timah, nikel, tembaga, dan emas yang bernilai komersial. Perikanan Asia Tenggara, baik yang alami maupun yang dibudidayakan, juga menyediakan sumber utama protein dalam makanan masyarakat serta menjadi pendapatan ekspor.

Kedekatan geografis saja kemudian tidak cukup untuk mendefinisikan suatu wilayah politik. Selain kedekatan geografis, dibutuhkan juga kesamaan lain yang berhubungan dengan bagaimana negara berperilaku satu sama lain dan lingkungan internasional ekstraregional. Menariknya, dalam kawasan Asia Tenggara, tidak ada kesamaan identitas seluruh wilayah seperti ras, etnis, bahasa, agama, budaya, dan sejarah seperti yang dapat ditemukan di dunia Arab, Eropa Barat, atau lainnya. Dalam kawasan Asia Tenggara, terdapat Keanekaragaman Etnis, Keragaman Agama, Keanekaragaman Politik, bahkan sampai pada Ketimpangan Ekonomi.

Keragaman dan bukan homogenitas kemudian menjadi karakteristik yang menarik dari Asia Tenggara. Untuk mempelajari Asia Tenggara sebagai suatu kawasan, perlu dilakukan identifikasi pola transaksional atau kelembagaan yang menyatukan. Dapat dikatakan bahwa dasar hubungan internasional di Asia Tenggara bertumpu pada keragaman nasional, dan bukan persatuan regional. Asia Tenggara dapat dipahami sebagai kumpulan subkawasan geografis, etnis, budaya, politik, dan ekonomi yang tumpang tindih. Dalam mengidentifikasin sebuah regional terkadang juga bersinggungan dengan yang namanya identitas. Dalam ASEAN sendiri pun, kurangnya kemajuan hukum atau kelembagaan menjadi tidak terlalu penting. Salah satu hal yang lebih penting dari itu kemudian adalah saling pengakuan identitas ASEAN. Akan tetapi, pemisahan identitas dari lembaga-lembaga menyisakan pertanyaan tentang apa kaitan dari identitas dengan tindakan negara. Para kritikus juga menunjukkan bahwa setiap "identitas" ASEAN hanyalah satu di antara banyak identitas yang dimiliki oleh para pemimpin di Asia Tenggara — nasional, etnis, agama, kelas — dan bahwa identitas khusus ASEAN ini tidak dimiliki oleh penduduk mereka sendiri. Paradigma yang didasarkan pada “identitas kolektif” tidak cukup untuk memahami hubungan internasional di Asia Tenggara. Begitupun, identitas ASEAN tidak lebih unggul dari kepentingan nasional dalam hal pemilihan kebijakan yang sebenarnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline