Afriantoni (Dosen UIN Raden Fatah Palembang)
Profesi dosen saat ini mulai kurang menarik bagi generasi muda. Alasanya, dosen seolah menjadi agen teknis dan administrasi bagi kepentingan pemerintah pasca dikeluarkannya kebijakan pemerintah berupa Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 1 Tahun 2023 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kredit. Perubahan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah tersebut membuat profesi dosen menjadi nomor sekian bagi generasi muda. Peraturan dikeluarkan untuk menambah beban kerja dosen agar terintegrasi dengan organisasi yang cenderung mengedepankan administrasi dosen.
Melihat fenomena ini setidaknya adanya 3 (tiga) alasan pokok ambigu aturan karir dosen yang akhir-akhir berkembang di ranah publik pasca dikeluarkannya Permenpan RB Nomor 1 Tahun 2023 ini.
Pertama, cara pandang ahli pendidikan dengan alasan beban kerja. Pemahaman kertas kerja dan beban kerja serta hitungan secara skoring ini untuk mendapatkan tunjangan tambahan menyebabkan seorang harus menambah beban kerja dengan buktinya. Padahal, seorang dosen dengan kapasistas sebagai pembimbing, penguji, pendidik, dan sebagainya sudah merupakan seabrek kegiatan. Seharusnya, pemberian reward beban kerja dosen sudah selayaknya masuk dalam kategori yang melekat dalam jabatan sebagai dosen.
Kedua, pandangan dosen sebagai buruh, jika padangan dosen sebagai buruh atau pekerja semata untuk pemerintah, maka dosen harus bekerja secara teknis untuk kepentingan pemerintah, sehingga daya kritis dan daya inovasi dosen terbatas, karena akan lebih mengedepankan laporan yang bersifat administrasi. Laporan pun dihitung untuk kepentingan pembayaran keuangan yang layak diberikan kepada dosen yang menjalankan tugasnya. Hal ini pun harus disesuaikan dengan pemasukan dana yang ditarik oleh pihak perguruan tinggi. Kenyataannya, kebijakan otonomi pendidikan atau otomoni kampus yang secara luas dengan jalan kemandirian perguruan tinggi menyebabkan kekurangan dana untuk membayar dosen dan atau guru besar sebagai pendidik yang berkompetensi dalam bidang keilmuannya. Sehingga sebagai besar perguruan tingga sangat tergantung dengan dana dari pembayaran SPP oleh mahasiswa, sedang peran pemerintah semakin sedikit.
Ketiga, pandangan memperlambat jalur karir dosen. Pandangan ini jelas terlihat dari Permenpan RB yang mengatur jalur karir dosen yang semakin lambat terbukti dalam beberapa dekade Indonesia lambat melahirkan ilmuwan kelas dunia. Dosen doktor yang sudah semakin banyak namun tidak didorong untuk memiliki kapasitas kelas dunia agar pada dosen dapat berkolaborasi dengan dunia Internasional.
Ketiga, alasan di atas setidaknya menjadi catatan bersama untuk melihat bahwa perlunya ada evaluasi kebijakan Permenpan RB tersebut agar lebih menggairahkan bagi setiap lini kehidupan akademik di kampus-kampus. Evaluasi tersebut harus mendorong semangat kritis dan inovasi dosen terasah dengan baik untuk kemajuan bangsa, negara dan dunia internasional. Intinya, selain terkait dosen secara luas kelembagaan perguruan tinggi juga harus dilakukan reformasi besar-besar agar terciptanya ilmuwan yang memiliki kapasitas dunia. (Afriantoni)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI