Pertama saya ingin memperkenalkan diri saya. Saya terlahir dari keluarga petani jauh di sebelah Barat Indonesia, tepatnya di sebuah kampung kecil bernama Jalikur, yang terletak dalam wilayah Bukittinggi Sumatera Barat. Saya menjadi siswa angkatan pertama yang di sebuah sekolah dasar Inpres sekitar tahun 1977.
Sebagai Angkatan pertama maka kami mejadi pioner di desa kami. Setelah menamatkan pendidikan dasar, saya melanjutkan ke SMP yang terletak di ibukota kecamatan dan berjarak lebih kurang km dari rumah. sekolah in merupakan satu satunya sekolah SMP yang ada di kecamatan kami sehingga siswa yang masuk kesini sangat banyak, tiap tahun siswa yang mendaftar bisa mencapai empat ratusan tetapi yang diterima hanya sekitar dua ratusan karena keterbatasan ruang belajar.
Itupun sudah dibuka dua shift, pagi dan sore.
Saya merupakan siswa yang berhasil secara akademik walaupun saya melalui hari hari dengan keras, selain jarak sekolah yang jauh dan harus membantu orang tua setelah pulang sekolah namun semangat belajar saya tetap tinggi. Biasanya saya selalu membawa buku ke langgar, dan memanfaatkan waktu antara shalat maghrib dan Isya untuk belajar di langgar. Setiap malam saya selalu shalat berjamaah di langgar tersbut, dan ini sudah menjadi tradisi masyarakat kami.
Haslnya sejak SD sampai SMP predikat juara umum sekolah selalu di tangan saya dan sedikit menurun seelah saya melanjutkan pendidikan ke SMA karena pilihan saya jatuh ke SMA Negeri 1 yang notabene merupakan sekolah favorit bagi siswa berprestasi dari seluruh wilayah kota Bukittinggi dan kabupaten Agam serta beberapa kabupaten disekitarnya. Namun walaupun juara umum sekolah tidak lagi saya pegang tetapi saya masih berada dalam jajaran sepuluh besarnya. satu prestasi yang masih membuat saya bahagia.
Setamat SMA saya menjatuhkan pilihan untuk kuliah di Fakultas Keguruan, yang sebenarnya merupakan fakultas buangan bagi mereka yang memiliki prestasi sepertiku, pad jaman itu. Biasanya siswa berprestasi tidak akan mau masuk fakultas keguruan karena imejnya rendah, profesi jadi guru bukan impian banyak orang, sehingga umumnya yang masuk keguruan hanyalah mereka yang merasa tidak akan mampu bersaing di fakultas kedokteran, teknik, ekonomi dan semacamnya. Tetapi buat saya ini adalah pilihan sehingga syapun bisa mlenggang masuk dengan santai.
Alhamdulillah setelah menyelesaikan ijazah sarjana saya punya kesempatan ikut seleksi PNS dan lulus. Tapi alangkah kagetnya saya ketika saya ternyta ditempatkan di sau wilayaha yang sangat jauh dari kota yakni wilayah transmigrasi, dengan fasilitas yang sangat minim. Tidak punya transportasi darat dan belum ada fasilitas listrik.
Namun alhamdulillah setelah memasuki masa tugas lima tahun, perkembangan mulai nampak, dimulai dari pembangunan jaringan listrik yang walaupun masih berbahan bakar diesel tapi cukup lumayan daripada harus memnyalakan obor setiap kali mu tidur. Hal ini diikuti dengan masa masa telekomunikasi, handphone dan internet.
Saya merasa sangat terbantu dengan komunikasi ini, dan berkat keuletan saya (yang tadinya hanya sebagai cara pengisi waktu) tetapi selanjutnya menjadi kebutuhan, browsing dan mengikuti perkembangan dunia melalui internet, akhirnya saya berhasil ikut seleksi PTK yang didanai oleh Dikbud dan sampai terpilih mengikuti simposium guru nasional, selanjutnya diikuti dengan beberapa lomba yang seleksinya dilakukan melalui internet.
Jalan semakin terbuka setelah saya mengenal SEAMEO QITEP in MAthematics, lulus seleksi ikut pelatihan Lesson Study dan selanjutnya saya terlibat dalam beberapa kegiatan yang mereka selenggarakan sehingga hampir setiap tahun saya berangkat ke Jogjakarta dan beberapa kota lain berkat kkomunikasi internet.
Tak terkecuali PPPPTK Matematika, pelatihan ICT menjadi gerbang masuk pertama saya ke PPPPTK MAtematika, berkat bimbingan orang orang terlatih dan mumpuni saya berhasil meraih peringkat tiga pelatihan ICT di P$TK.