Lihat ke Halaman Asli

Keren, Kutu Buku

Diperbarui: 25 Juni 2015   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kutu Buku

Oleh: Afri Meldam

‘Kutu buku’ merupakan istilah yang dilekatkan pada seseorang yang sangat gemar membaca. Saking gemarnya, seseorang tersebut tak ubahnya seperti kutu yang senantiasa lengket dengan sang buku (bacaan).

Seorang kutu buku selalu mempunyai bahan untuk dibaca. Entah itu buku, majalah, Koran, kamus, ensiklopedi, bahkan selebaran kampanye sekalipun. Seseorang yang diberi prediket kutu bukuselalu merasa tertarik untuk membaca. Apapun jenis bacaannya.

Karena banyak membaca, seorang kutu buku biasanya mempunyai pengetahuan yang luas. Ia tahu lebih banyak ketimbang orang-orang yang kurang atau malas membaca.

Seorang kutu buku biasanya adalah orang yang mempunyai rasa ingin tahu (curiosity) yang sangat tinggi. Ia selalu merasa penasaran dengan segala hal yang dirasanya menarik. Di otaknya selalu berjujuh pertanyaan-pertanyaan yang butuh untuk dijawab segera mungkin. Membacalah kemudian yang menjadi jalan bagi sang kutu buku untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di otaknya.

Dengan banyak membaca, seorang kutu buku mengetahui sesuatu yang mungkin tidak atau belum diketahui oleh orang lain. Dengan membaca, ia mengetahui dunia dan hal-hal baru yang mungkin tak terbayangkan oleh orang lain. Intinya, seorang kutu buku merupakan seorang (calon) intelektual.

Distorsi makna

Namun, belakangan ini julukan ‘kutu buku’ mengalami distorsi makna. Kutu buku dipandang sebagai sesuatu yang ‘rendah’ dan ‘ketinggalan zaman’. Tak percaya? Coba lihat sinetron-sinetron remaja atau cerita-cerita teenlit hari ini. Banyak yang menstereotipe-kan kutu buku sebagai kelas masyarakat yang ‘kuper’, ‘penyendiri’, ‘aneh’, ‘kuno’, dan lain-lain.

Dalam cerita-cerita remaja, seorang kutu buku biasanya digambarkan sebagai seorang yang berkacamata tebal (yang matanya rusak akibat kebanyakan membaca), dengan gaya yang norak (tidak mengikuti trend), tak bisa dandan, rambut disisir terlalu rapi, berponi (cewek) dan lumer oleh minyak (cowok). Selain itu, mereka biasanya juga digambarkan sebagai sosok yang lemah, pendiam, penurut dan tak punya teman.

Tapi, benarkah demikian adanya? Jelas tidak.

Penggambarah sosok kutu buku yang demikian jelas salah. Citra-citra ‘buruk’ yang disematkan kepada seorang kutu buku hanya akan membuat orang-orang takut menjadi kutu buku (rajin membaca).

Tentu sangat disayangkan sekali jika remaja juga membenarkan imej tersebut. Denagan sendirinya, mereka tentu akan berpikir bahwa menjadi seorang yang suka membaca bukanlah pilihan yang tepat kalau tak ingin dianggap ‘kuper’ dan ‘ketinggalan zaman’. Akibatnya, mereka pun jadi enggan membaca, yang berujung pada kurangnya ilmu pengetahuan yang kemudian mereka dapatkan.

Seorang kutu buku tidak melulu identik dengan stereotipe pribadi yang ‘kuper’, ‘aneh’, kertinggalan zaman’, dan ‘suka menyendiri’. Seorang kutu buku boleh jadi merupakan pribadi yang ‘gaul’ dan mempunyai banyak teman.

Seseorang tak perlu merasa malu jika ada yang menjulukinya ‘kutu buku’. Karena, kutu buku adalah seorang intelektual yang penuh rasa ingin tahu.

(Afri Meldam)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline