Lihat ke Halaman Asli

Arya Rahmania

undergraduate student of International Relations Department

Al-Farabi dan Teori Perfeksionisnya

Diperbarui: 26 Oktober 2019   19:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Telah marak tokoh-tokoh pemikir politik di berbagai zaman. Masing-masing dari mereka mempunyai ciri khasnya tersendiri mengenai pandangan yang mereka gambarkan mengenai dunia politik. Begitupun dengan tokoh yang satu ini. Al-Farabi, adalah seorang pemikir politik yang perfeksionis. mengapa demikian? Ia menciptakan teori politik dengan menggabungkan berbagai pemikiran politik dari beberapa tokoh Yunani sebelumnya seperti Plato, Aristoteles, dan juga Plotinus. Teori yang ia cetuskan sangan kental dengan nuansa teologis yang bertujuan pada kesatuan gapaian sejati manusia yakni kebahagiaan duniawi dan ukhrawi. Namun, jika kita analogikan dengan dunia modern saat ini hal ini mungkin dapat dikatakan mustahil karena presyaratnya berat. 

Teori ini dianggap unik jika dilihat dari bahasan tentang tujuan hidup manusia yang dikaitkan dengan persoalan politik dan kemasyarakatan. Di dalamnya, ia membawa persoalan-persoalan teologis yang berujung pada pembahasan akan relasi antar manusia, Tuhan, benda-benda langit, dan akal aktif. Adapun isi kandungan dari pemekiran politiknya, pemimpin negara haruslah ada terlebih dahulu lalu kemudian disusul dengan rakyat/ masyarakatnya. Hal ini berdasarkan teori kejadian alam semesta dimana Tuhan harus ada terlebih dahulu sebelum adanya alam.

Al-Farabi termasuk juga ke dalam kategori filsuf yang sangat memperhatikan masalah-masalah sosial. Hal ini terlihat dari berbagai karya yang ditulisnya. Diantara mahakarya karyanya yang khusus membahas persoalan politik dan sosial adalah al Siyasah al Madaniyah dan juga Ara' ahl Madinah al fadhilah. Uraian Al-Farabi tentang masalah sosial dalam karya tulisnya al Siyasah al Madaniyah, bertolak dari pemikiran Plato dipadukan dengan improvisasi analogis ajaran Islam untuk menyatakan keterkaitan antara manusia satu dengan lainnya. Dapat digambarkan bahwa suatu komunitas manusia seperti halnya tubuh manusia yang apabila salah satu bagiannya sakit maka akan berpengaruh pada bagian lain. Tiap-tiap anggota badan ini bekerja sesuai dengan fungsi dan perannya masing-masing. demikian pula suatu komunitas manusia, masing-masing dari mereka bekerja menutut keahliannya dengan arahan seorang pimpinan sebagai sumber inspirasi atau penggeraknya sebagaimana jantung yang menjadi sumber penggerak bagi seluruh anggota tubuh. Selain itu, pemimpin menurutnya tidak hanya bertugas dalam hal politis saja akan tetapi juga dalam hal pengaturan etika/ akhlak. Jadi secara keseluruhan, teori-teori yang ia kenalkan bertujuan untuk pengenalan Tuhan sebagai Sang Pencipta alam semesta ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline