Lihat ke Halaman Asli

Ainul Firdatun

Asisten Peniliti untuk SDG6 dan SDG14

Mengapa Perubahan Iklim Bisa Mengancam Kesehatan Bangsa?

Diperbarui: 23 September 2017   16:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Air merupakan hal yang sangat krusial kaitannya dengan  keberlangsungan hidup manusia. Tidak hanya untuk bertahan hidup (minum,  mandi, mencuci atau memasak), tapi juga untuk menjalankan aktifitas di  dunia kerja, air merupakan salah satu syarat utama suatu pekerjaan/usaha  bisa berjalan. Hampir semua sektor pekerjaan membutuhkan air untuk bisa  melakukan produksi atau menghasilkan barang/jasa. Sebagai contoh,  industri sepatu kulit memerlukan air untuk mengolah kulit yang mereka  gunakan sebagai bahan baku pembuatan sepatu kulit.

Saat ini  beberapa daerah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa, mengalami  kekeringan dan krisis kekurangan air bersih akibat kemarau tahun ini.  Hal ini pun juga melanda kota yang terkenal dengan sebutan kota hujan,  Bogor, seperti yang beritakan JawaPos pada Senin (11/09). Krisis air bersih terjadi akibat mengeringnya  sumber-sumber mata air. Penduduk setempat perlu berjalan beberapa kilo  untuk mendapat seember air bersih yang didapat melalui anak sungai yang  belum mengering. Selain itu, lokasi sumber mata air di Desa Cigudeg,  Bogor, juga dikelilingi dengan perkebunan sawit yang seperti kita tahu  pohon sawit membutuhkan sangat banyak air untuk tumbuh hingga siap  dipanen. Kondisi ini memperparah persediaan air yang ada di sumur-sumur  bor milik warga.

Disisi lain, beberapa daerah di luar Pulau Jawa  -seperti di Sumatera Utara misalnya, mengalami banjir bandang yang  merusak sebagian besar wilayah dan menenggelamkan ribuan rumah. Banjir  diakibatkan oleh turunnya hujan dengan intensitas yang sangat tinggi di  sejumlah wilayah yang menyebabkan air sungai meluap. Hal ini seperti  dilaporkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melalui situs resminya pada Sabtu (16/09).

Perbedaan  intensitas curah hujan hujan di berbagai wilayah di Indonesia menjadi  tantangan sendiri bagi pemerintah untuk semakin siaga terhadap fenomena  alam yang terjadi akibat terganggunya keseimbangan energi dan siklus air  dalam skala kecil, atau bahkan dalam skala besar akibat perubahan  iklim. Tanpa ketersediaan air bersih, terutama di daerah terpencil,  masyarakat akan kesulitan untuk mendapatkan akses sanitasi yang layak.  Akibatnya, penyakit seperti diare akan mudah muncul serta kesehatan  masyarakat akan terganggu. Keterbatasan air bersih akan memicu  masyarakat untuk mengalirkan air limbah ke saluran terbuka, seperti  saluran drainase contohnya, yang memberikan kemungkinan timbulnya  peningkatan risiko penyakit yang ditularkan melalui air. Saat banjir,  air bersih juga akan tercemar dan genangan air akan tempat  perkembangbiakan serangga pembawa penyakit seperti nyamuk.

Laporan  dari situs resmi WHO pada tahun 2017 menyebutkan, antara tahun 2030 dan  2050, perubahan iklim akan menjadi penyebab meninggalnya sekitar 250  000 orang per tahun akibat kekurangan nutrisi, malaria, diare dan  kenaikan temperatur bumi. Perubahan iklim mampu memengaruhi kondisi  sosial dan lingkungan -penurunan kualitas udara, terganggunya pasokan  air bersih, kecukupan pangan dan tempat tinggal. Anak-anak yang hidup di  pemukiman kumuh menjadi anggota populasi yang paling berisiko dengan  terganggunya kesehatan mereka dalam jangka panjang akibat perubahan  iklim.

Kekurangan pasokan air juga akan mengganggu ketersedian  pangan yang berakibat dari gagal panen sejumlah sawah milik petani di  beberapa wilayah. Seperti halnya dengan kekeringan, banjir yang melanda  sejumlah wilayah juga mengakibatkan sawah-sawah terendam dan petani-pun  bisa gagal panen. Kondisi yang kerap terjadi tiap tahun ini bukan  berarti hal yang bisa dianggap remeh, tapi membutuhkan solusi jangka  panjang yang mampu mengatasi baik kekeringan atau banjir, seperti  pembangunan embung atau bendungan yang bisa difungsikan sebagai tempat  menampung air saat musim hujan dan menggunakannya untuk irigasi saat  musim kemarau. PBB mencatat bahwa penggunaan 70 persen air di permbukaan  bumi saat ini diperuntukkan untuk kepentingan sektor pertanian.

Pada  hakikatnya, perubahan iklim telah dialami di berbagai belahan bumi.  Namun, dampak yang dirasakan masyarakat akibat perubahan iklim lebih  besar terjadi di negara-negara dengan kepulauan kecil dan negara  berkembang yang berbatasan langsung dengan pesisir-dimana pemerintahnya  masih belum siap dan siaga terhadap akibat yang dihasilkan dari kondisi  tersebut. Pada artikel yang berjudul Millennials Should Start Keeping an Eye on Climate Finance Management in Indonesia dituliskan bahwa pemerintah Indonesia telah memiliki program-program  aksi perubahan iklim yang saat ini akan atau sedang berjalan. Diharapkan  program-program ini bisa berjalan di seluruh wilayah di Indonesia serta  pemerintah mampu mempercepat pembangunan-pembangunan infrasturuktur  yang mendukung aksi perubahan iklim.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline