Lihat ke Halaman Asli

Kota Besar Semakin Diminati, Kota Kecil Semakin Sunyi

Diperbarui: 6 Juni 2017   12:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saat mengisi pelatihan komputer dasar di hadapan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Taiwan, 31 Juli 2016

Saya bukan ahli ekonomi, namun banyak media menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2017 masih lesu. Meskipun Presiden Jokowi menyampaikan di Asia World Expo, Hong Kong, 30 April lalu seperti dilansir di media mainstream yang menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia menempati ranking tiga di dunia. Namun klaim sang Presiden mendapat sanggahan dari pengamat ekonom.

Roda perputaran ekonomi di suatu daerah tentu berdampak pada pertumbuhan ekonominya. Jakarta yang masih menjadi kota primadona lulusan sarjana yang ingin meraup pundi-pundi rupiah. Kondisi ini semakin memperparah keadaan tidak seimbangnya jumlah penduduk kota dan daerah, Jawa dan luar Jawa, kota besar dan kota kecil.

Namun alih-alih ingin mendapatkan pendapatan berlipat, ternyata hasil yang didapat masih belum cukup untuk memenuhi kehidupan sehari-hari meski gaji berkali-kali lipat dibanding bekerja di kota kecil nan pinggiran. Maka kota kecil seakan ditinggalkan penghuni asalnya demi meraup penghasilan di metropolitan, khususnya di Ibu Kota Jakarta.

Kurangnya minat putra daerah untuk membangun kota asalnya juga memperburuk keadaan, meskipun terkadang susah cari penghidupan yang layak di daerah, bukan berarti selamanya tidak ingin kembali ke asalnya. Kota besar yang sudah penuh sesak ditambah jalanan padat merayap justru membuat rugi waktu, tenaga dan fikiran.

Jadikan lingkungan kota besar hanya sebagai batu loncatan untuk membangun perekonomian daerahmu, kembalilah wahai para lulusan sarjana, kamu sangat dinanatikan di kota asalmu ini. Kecerdasanmu harus kamu bagi rata ke sini. Jakarta sudah terlalu penuh untuk orang-orang pintar, tenagamu lebih baik untuk disimpan demi masa depan.

Tidak peduli profesimu sebagai pedagang, karyawan, profesional yuk ajari orang daerah asalmu untuk bisa sepertimu, tak perlu kau bangga di balik megahnya metropolitan namun kau sembunyi di balik kota kenangan. Jadikan kota asalmu menjadi bermanfaat karenamu.

Contohlah gebrakan Mr. Kalen yang membangun Kampung Inggris di Pare, Kediri, menjadi pusat belajar Bahasa Inggris yang diminati pelajar se-Indonesia. Sehingga kini untuk belajar Bahasa Inggris tak perlu lagi ke kota, cukup kunjungi Pare saja.

Contohlah gebrakan pengrajin di daerah yang gigih tanpa silau gemerlapnya ibu kota hanya untuk membangun dan memajukan usaha khasnya di daerah, seperti pengrajin meuble di Jepara, pengrajin kulit tas dan sepatu di Mojokerto, dan lain sebagainya, sehingga tumbuhlah sentra-sentra industri yang kebanyakan mereka bukanlah lulusan sarjana, namun semangat mereka seperti semangatmu ketika di ibu kota.

Yang terpenting tetaplah jadi dirimu sendiri yang harapannya kembali ke daerah asal, yang bisa membangun daerahmu menjadi daerah yang mandiri, tidak bergantung pada pertumbuhan ekonomi kota besar. Nahkoda itu bisa diatur olehmu. Meski pendapatan tak seberapa, namun cukup untuk kehidupan sandang pangan, dekat dengan keluarga, dan mengurangi padatnya ibu kota.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline