Lihat ke Halaman Asli

Afipah Ratih

Mahasiswa

Republik Wayang Setelah Islam

Diperbarui: 26 Oktober 2023   09:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semula hanya ada kosong. Kekosongan abadi. Tapi, yang hampa kemudian diisi. Tiga dunia dicipta, juga penghuninya. Alam semesta menjadi wadahnya.

Masyarakat Jawa memiliki filosofi hidup yang tinggi dan dalam. Filosofi yang mampu menghidupi hidup sebagaimana mestinya. Filosofi yang mengajarkan cara hidup bermartabat dan sehebat-hebatnya. Bahkan dalam segala aspek kehidupan, masyarakat Jawa selalu memikirkan nilai dan moral yang terkandung didalamnya. Oleh sebab itu, lahirlah wayang dan segala cerita perjalanannya yang kaya akan nilai moral kehidupan sejati. Wayang adalah sebagaimana masyarakat Jawa memandang dan menjalani kehidupan. Wayang bukan hanya sekedar hiburan belaka, namun sudah menjadi kebudayaan yang nilai nya mengakar kuat. Wayang lahir dan tumbuh bersamaan dengan masyarakat Jawa.

Namun, zaman akan terus berkembang dan manusia akan terus bertumbuh dan berubah. Setiap zaman akan menciptakan sejarahnya masing-masing. Proses perjalanan panjang membawa agama Islam masuk dalam Nusantara. Para Saudagar dari arab datang ke Nusantara tidak hanya untuk berdagang dan mencari keuntungan, tapi juga membawa dan menyebarkan agama Islam sebagai rahmatan lil 'alamin. Ajaran agama islam datang untuk meluruskan yang bengkok, menyempurnakan yang cacat, dan menerangi yang gelap. Namun tentu saja bukan hal yang mudah bagi masyarakat Jawa untuk menerima ajaran islam setelah berabad-abad tahun hidup tanpa mengenal Tuhan. Sebagian ada yang berpikiran kolot dan sukar untuk menerima pembaharuan. Pengaruh agama Hindu masih sama mengakar kuat dalam cara pandang masyarakat jawa zaman dahulu. Mereka tidak mengenal Allah sebagai Tuhan, Muhammad sebagai Rasul Allah, akal mereka menolaknya sebab ajaran Hindu memang sangat bertentangan dengan Islam. Namun sebagian yang lain, mampu menerima Islam. Mereka memahami, mengamalkan, dan mengajarkan agama islam pada yang lainnya.

Wali Songo merupakan orang-orang yang pertama kali menerima agama islam sebagai sebuah ajaran yang benar, yang mengantarkan manusia pada kebenaran yang hakiki. Mereka adalah Sunan Gresik, Sunan Ampel, Sunan Bonang, Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Sunan Drajad, Sunan Kudus, Sunan Muria, Sunan Gunung Jati. Mereka disebut Wali Songo yang merupakan pelopor penyebaran agama Islam di tanah Jawa. Setiap dari mereka menyebarkan islam dengan caranya masing-masing. Salah satu contohnya adalah dengan memadukan budaya lokal dengan budaya baru tanpa menghilangkan budaya asli atau disebut akulturasi budaya.

Sunan Kalijaga atau nama aslinya Raden Said merupakan salah satu Wali Songo. Sunan Kalijaga adalah sosok ulama yang berilmu tinggi, yang bertoleransi dengan segala perbedaan. Dalam mengajarkan agama islam kepada masyarakat jawa yang kolot, beliau menyebarkan dengan lemah lembut dan melalui pendekatan yang bertahap. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dan kebudayaan rakyat setempat yang sudah kaya akan nilai kehidupan. Melalui pendekatan kesenian dan kebudayaan setempat, maka masyarakat mudah untuk menerima ajaran islam. Sunan Kalijaga juga menggunakan Wayang sebagai media dakwah dengan menanamkan nilai-nilai keislaman didalamnya. Dengan cara penyebaran islam yang begitu lembut, masyarakat jawa mudah untuk menerima Islam dan menjadikannya sebagai panduan hidup yang sebenar-benarnya.

Dalam pewayangan Jawa, Sunan Kalijaga memperkenalkan Allah dengan Hyang Wenang. Hyang Wenang artinya Dialah Yang Berwenang, Yang Mahakuasa, Yang Tunggal dan Esa. Dialah yang menciptakan semesta alam dan segala isinya. Hyang Wenang menciptakan tiga dunia, tribuana, tigadonya, yaitu Mayapada, Madyapada, dan Marcapada. Didalam Mayapada terdapat Manan, Antaga, Ismaya, Manikmaya. Mereka berkelahi berebut sebutan "paling tua". Akibat perkelahian tersebut, Antaga berubah menjadi Tagog sedang Ismaya berubah menjadi Semar, keduanya diperintahkan turun ke Marcapada untuk membantu ras wayang. Semar meminta teman sebagai saksi atas apa yang dilakukannya. Dapatlah ia Bagong, yang artinya bayangan. Kemudian semar mengangkat Petruk dan Gareng sebagai anak angkatnya. Semar, Gareng, Petruk, Bagong, mereka dikenal sebagai punakawan. Dalam bahasa jawa mereka diistilahkan tanggap ing sasmita lan impad pasanging grahita yang berarti peka dan peduli terhadap berbagai permasalahan.

Sunan Kalijaga menganalogikan punakawan untuk mengajak kepada kebaikan. Semar (Sammir) berarti siap, Gareng (khair) berarti kebaikan, Petruk (Fatruk) berarti meninggalkan, Bagong (Bagho) berarti kejelekan. Jika disatukan maka akan menjadi "sammir ilal khairi fatruk minal bagho" artinya "berangkatlah menuju kebaikan maka kamu akan meninggalkan kejelekan". Hal ini selaras dengan perintah Allah "amar ma'ruf nahi munkar" yaitu "mengajak kepada kebaikan dan mencegah dari keburukan."

Dalam cerita Mahabarata, yang mengisahkan tentang Pandawa, keturunan Pandu Dewanata, juga lekat dengan tuntunan ajaran islam. Pandawa terdiri dari lima bersaudara yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Pandawa bersaudara ini dianalogikan seperti rukun islam.

1.Yudhistira

Yudhistira memiliki pusaka sakti yaitu Jamus Kalimosodo, yang dianalogikan sebagai kalimat syahadat. Dua kalimat utama dalam islam sebagai rukun iman yang pertama, sebagaj gerbang menuju agama islam yang seutuhnya.

2.Bima

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline