Lihat ke Halaman Asli

Pelecehan Seksual di SMP: Guru BK Melanggar Kode Etik Profesi

Diperbarui: 3 April 2024   21:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kode etik profesi Bimbingan dan Konseling (BK) adalah seperangkat norma dan regulasi yang menjadi pedoman bagi praktisi dalam menjalankan tugas profesional mereka. Kode etik ini bertujuan untuk menjunjung tinggi martabat profesi, melindungi masyarakat dari perbuatan malpraktik, meningkatkan mutu profesi, menjaga standar mutu dan status profesi, serta memelihara ikatan antara tenaga profesi dan profesi yang disandangnya. Kode etik BK di Indonesia, disusun oleh ABKIN (2006), mencakup beberapa aspek penting seperti yaitu kualifikasi, informasi, proses pada pelayanan, konsultasi dan hubungan dengan rekan sejawat atau ahli lain.

Pelanggaran terhadap kode etik BK dapat mengakibatkan berbagai konsekuensi seperti mencemarkan nama baik profesi, melakukan tindakan yang menimbulkan konflik, atau melakukan referal kepada pihak yang tidak memiliki keahlian sesuai dengan masalah konseli. Selain itu sanksi pelanggaran dapat berupa teguran secara lisan dan tertulis, peringatan keras secara tertulis, pencabutan keanggotan ABKIN, pencabutan lisensi, dan dalam kasus yang melibatkan permasalahan hukum/kriminal, akan diserahkan pada pihak yang berwenang.

Mekanisme penerapan sanksi pelanggaran melibatkan pengaduan dan informasi dari konseli atau masyarakat, pengaduan disampaikan kepada dewan kode etik di tingkat daerah, dan pemanggilan konselor yang bersangkutan untuk verifikasi data. Berdasarkan hasil verifikasi, sangsi sesuai dengan masalahnya diterapkan. Pelanggaran terhadap kode etik BK juga dapat mencakup tindakan yang merugikan konseli, seperti menyebarkan rahasia konseli, melakukan perbuatan asusila, tindak kekerasan, dan kesalahan dalam pratik profesional. Pelanggaran terhadap organisasi profesi juga termasuk tidak mengikuti kebijakan dan aturan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.

Konselor diharapkan untuk selalu mengkaji secara sadar tingkah laku dan perbuatannya agar mentaati kode etik, karena setiap pelanggaran akan merugikan diri sendiri, konseli, lembaga, dan pihak lain yang terkait.

Bab pembahasan dalam artikel yang membahas tentang ‘Kasus Pelecehan Guru BK SMP di Malang dan Ciamis akan mencakup berbagai aspek penting, termasuk: Pengertian Kekerasan Seksual, Deskripsi Kasus, Analisis Kasus (Klien, Konselor, Profesi BK, dan Secara Keseluruhan), dan Alternatif Solusi serta Dampaknya.

Bab pembahasan ini akan memberikan analisis mendalam tentang kasus pelecehan yang diambil, serta memberikan pemahaman yang lebih baik tentang Kode etik sebuah profesi (BK), dan bagaimana analisis kritis penulis terhadap penerapan pelanggaran serta alternatif solusi yang sesuai.

Pengertian Kekerasan Seksual

Kekerasan seksual adalah bentuk kekerasan yang melibatkan perilaku seksual yang tidak dapat atau tidak ingin disetujui oleh individu yang terlibat. Ini mencakup berbagai bentuk perilaku yang melibatkan penyelundupan, penyiksaan, penyindiran, penyakit menular seksual, dan perilaku seksual yang melanggar hukum. Kekerasan seksual dapat memiliki dampak psikologis, fisik, dan sosial yang serius bagi korbannya, termasuk trauma psikologis, stres, depresi, dan masalah kesehatan fisik. Korban kekerasan seksual sering kali merasa takut untuk melaporkan peristiwa tersebut karena takut akan sanksi, stigma, atau tidak percaya terhadap sistem hukum.

Pencegahan dan penanganan kekerasan seksual melibatkan pendidikan, pemahaman, dan dukungan bagi korban, serta penegakan hukum yang efektif dan adil terhadap pelaku.

Deskripsi Kasus

  • Kasus 1 - Guru BK yang Lecehkan Siswa di Malang Diduga Penyuka Sesama Jenis Sejak Umur 20 Tahun

Seorang konselor di sebuah sekolah SMP di Malang, Jawa Timur, dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap 18 siswa laki-laki dengan dalih melakukan penelitian untuk gelar PhD. Pelecehan tersebut melibatkan pengukuran alat kelamin, pengumpulan sampel air mani, dan pengambilan bulu kemaluan, ketiak, dan kaki dari para korban. Pelaku yang memiliki istri dan anak ini telah bekerja di sekolah tersebut sejak tahun 2016 dan diduga memulai aksinya pada Agustus 2017. Ia juga diduga memalsukan kualifikasi mengajarnya. Dia bisa menghadapi hukuman hingga 20 tahun penjara karena pelanggaran perlindungan anak dan pemalsuan identitas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline