Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Afifudin Firmansyah

UIN Sunan AmpeL Surabaya

Telisik Perpindahan IKN Baru Karena Degradasi Lingkungan di Jakarta, Rasionalkah?

Diperbarui: 14 Desember 2023   00:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tasikmalaya.pikiran-rakyat.com

Belum lama ini di tahun 2019, Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan rencana perpindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan. Menurut Presiden, ibu kota baru negara Indonesia akan berada di sebagian Kabupaten Penajam Pasir Utara dan Sebagian Kabupaten Kutai Kartenagara. 

Sebenarnya, rencana perpindahan ini sudah ada sejak zaman pemerintahan Soekarno namun bisa direalisasikan pada masa pemerintahan Joko Widodo. Rencana perpindahan diperkirakan akan meringankan beban jakarta yang mana perpindahan tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi DKI jakarta yang sangat menyayat hati. 

Jakarta dengan jumlah populasi 10 juta penduduk masih bergulat dengan masalah polusi, kemacetan, banjir, hingga ancaman tenggelam. Dengan adanya masalah-masalah lingkungan yang tidak terselesaikan yang di saat itu di pimpin oleh Gubernur Anies baswedan, muncul program-program yang di luncurkan untuk megatasi masalah lingkungan tersebut, namun, alih-alih menyelesaikan akan tetapi malah membuat masyarakat setempat menjadi gelisah dan merasa program yang baru diterapkan adalah program yang salah. 

Atas berbagai aduhan dan keluhan dari warga masyarakat DKI jakarta presiden jokowi dodo berinisiatif untuk sesegera memindahkan ibukota ke kalimantan dengan alasan lain pula untuk pemerataan pembangunan hingga masalah degradasi lingkungan jakarta yang sudah tidak bisa diselamatkan lagi. Hal ini tak lepas dari keinginan untuk menyegarkan kembali wajah ibu kota negara dengan lingkungan yang baru pula.

Padahal ketika kita meninggalkan Jakarta dengan alasan degradasi lingkungan dan kemudian memindahkan ke kalimantan dengan originate environment yang masih murni, maka sejatinya kita hanya akan memindahkan masalah baru Jakarta ke Kalimantan. 

Layaknya pepatah mengatakan, habis manis sepah di buang. Maka, hal tersebut yang akan mengabstrasikan kondisi Jakarta yang kian memburuk lingkungannya dan kemudian ditinggalkan tanpa diperbaiki oleh pemerintah selalu pemegang konstitusi tertinggi negara. 

Hal inipun diamini oleh Dosen Fakultas Kehutanan, Universitas Gadjah Mada (UGM), Dwiko Budi Permadi, Ph.D, membuat logika  sederhana terkait isu lingkungan hidup di IKN. Prof. Dwiko menyatakan bahwa 70 persennya kawasan hijau berasa di Kalimantan harus melakukan deforestasi sebesar 30 persen untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya. Artinya 30 persen hutan di Kalimantan harus dibabat habis dengan alasan pembukaan lahan demi pembangunan IKN. Hal inilah yang tidak kita amini yakni kebijakan yang diharapkan dapat berdampak positif namun malah membuat penyakit baru dalam ketatanegaraan di Indonesia.

Degradasi Lingkungan di Jakarta

Sudah menjadi pengetahuan umum bagi kita semua ketika ibu kota negara Jakarta yang merupakan wajah negara mengalami krisis lingkungan yang hebat. Mendapat label ibu kota negara bukan menjadi jaminan untuk kemudian lingkungan terjaga dan terawat dan hal inilah yang saat ini dirasakan oleh ibu kota negara yakni DKI Jakarta. 

Dengan sesaknya populasi disana yang meninggali pinggiran kota yang tak layak huni hingga polisi yang tak karuan semakin membuat carut marut lingkungan di Jakarta. Hal inipun diamini oleh mantan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto menegaskan dalam tiga dekade terakhir, Jakarta mengalami degradasi kualitas lingkungan yang diakibatkan oleh urbanisasi yang pesat. Yang mana, dampak yang dapat dirasakan dan  dapat dikenali dengan cepat ada empat aspek yaitu aspek lingkungan, aspek infrastruktur, aspek sosial, dan aspek tata kelola.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline