Lihat ke Halaman Asli

Masjidku Sayang Masjidku Malang

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Malam ini aku tengok engkau ..

Sembari kunikmati daun pintumu yang senantiasa tersenyum

Terbersit pikiranku .. aduh .. megahnya engkau .. gagah sekali

Seperti berkata, kemarilah wahai para kurcaci .. di sayapku berteduhlah

Hingga aku jamah senyap ronggamu

Aku bertanya, dimanakah semua?

sedang pada mendengkur rupanya

..

..

kuingat lantang suaramu dulu

menebar damai ke seantero kampung ..

mengajak setiap tatap mata untuk tepekur

lalu bersama-sama mengangkat sabit,cangkul dan bakul

sekembalinya itu pun masih banyak waktu

Pintumu yang senantiasa terbuka

Kini tertegun didepan sepi yang merapat manja

Dan gema adzanmu yang habis di sudut ngarai

Digelayut lembut kekang kuda-kuda beban

..

..

Ah ..jadi ingat dulu aku pernah dimarahi senior

Saat aku terjatuh gara-gara terjerambat sarung sendiri

Baru kini kusadari senyum sejukmu saat itu

Waktu tak ada lagi anak yang bergurau didalamnya

Bukan lantaran khusyu mengaji

Tapi karena tidak ada senior mengkaji

Semua pergi dengan urusannya sendiri-sendiri

Dan tahukah kau? Aku lihat senyum malu itu

Pada mereka yang berlalu lalang di depanmu

Sembari masih membawa sabit, cangkul dan bakul

..

..

Masjidku sayang masjidku malang

Oh kenapa ini harus terjadi?

Dulu rajin-rajin mereka menemanimu

Bertukar kata seraya menikmati sajian Tuanmu

Terkadang sambil tertawa semua meski kemudian menangis bersama

Oh indahnya ..

Engkau tentu tahu ..

Itu sebelum mereka menjadi Durna

yang menjejakkan kaki dilantaimu dengan terpaksa

atau ingin menyampaikan keluh kesah semata

lalu pergi..

Tahukah engkau? tak jarang mereka memasukimu tanpa bersuci

Menghadap Tuanmu dengan mahkota di kepala

Pedang di tangan dan baju besi di badan

Seraya berteriak .. Tuan, aku ingin maju perang beri aku kemenangan

..

..

aku tahu sekarang pun engkau tersenyum

Senyumnya seorang bapak yang mendengar celoteh anak yang digendongnya

“Ayah, teman-temanku manja semua.”

Dan aku tahu engkau tahu

Aku disini untuk memohon Tuanmu

Untuk memberiku kemenangan ..

Tapi engkau tahu

Di kepalaku tidak ada mahkota

Ditanganku tidak ada pedang dan di badanku tidak ada baju besi




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline