Lihat ke Halaman Asli

Afif Hariyawan

Peneliti, dan Mahasiswa

Bahaya Media Sosial, Kajian dari Sudut Pandang Social Learning Theory

Diperbarui: 1 September 2023   14:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Belakangan media sosial berkembang pesat, semua orang di dunia ini mayoritas memiliki dan mengakses media sosial. Kemudahan  yang diperoleh membuat semua informasi dapat diakses dengan cepat, aktual, dan mudah. Menurut beberapa survey generasi Z dan millenial adalah umur yang rentan terpengaruh oleh kehadiran media sosial. Faktanya media sosial memberikan kemudahan pada akses konten baik pendidikan, maupun hiburan, serta memudahkan interaksi antar individu secara tatap maya. Namun apa sebenarnya bahaya dari media sosial yang menghantui penggunanya..?

Dalam ilmu psikologis terdapat sebuah teori yang bernama Social Learning Theory, Teori ini pertama kali diperkenalkan oleh Albert Bandura pada tahun 1977 dengan eksperimen terkenalnya yaitu "Bobo doll"

. Dalam eksperimen tersebut seorang anak di perlihatkan pada video yang menunjukan seorang wanita yang memukuli, melempar, dan melakukan berbagai tindakan kekerasan pada sebuah boneka. Selang beberapa menit anak tersebut diberikan boneka yang sama dengan yang dia lihat di dalam video, Menakjubkannya anak tersebut melakukan semua gerakan yang dilihatnya melalui tayangan video sebelumnya. Hal tersebut memberi Bandura sebuah asumsi "What we see is what we become" yang memiliki arti bahwa apa yang kita lihat dimasa sekarang akan menjadi perilaku kita dimasa depan. Lalu apa relevansinya terhadap perilaku seseorang yang dipengaruhi media sosial..?.

Banyak dari diri kita yang membiarkan anak-anak bermain gadget tanpa pengawasan. Menurut beberapa orang tua  memberikan = gadget kepada anak membuat pekerjaan orang tua dalam mengasuh anak sedikit terbantu. Namun apakah hal itu baik? tentunya tak semua perkembangan teknologi yang tak digunakan pada tempatnya akan memberikan dampak positif. 

Beberapa kasus terakhir banyak anak2 yang mengidap sindrom Skibidi toilet  akibat dari menonton animasi yang menayangkan tokoh berupa kepala yang memiliki tubuh seperti toilet, kemudian anak-anak tersebut meniru perilaku gerakan, serta suara-suara yang dikeluarkan oleh tokoh animasi tersebut, hal itu berakibat mengganggu perkembangan jiwa dari seorang anak. Fenomena tersebut lumrah terjadi karena menurut asumsi bandura dimana seorang akan meniru perilaku lingkungan terdekat tempat dirinya berinteraksi. 

Celakanya anak-anak jaman sekarang berinteraksi di dalam lingkungan sosial digital atau media sosial secara tatap maya, sehingga tidak ada saringan dari orang tua sebagai sosok terdekat yang ada didalam hidupnya. Sehingga perlu di ingat bahwa kita tak dapat membatasi interaksi seorang anak yang berpengaruh pada karakter dan perilaku. Namun interaksi tersebut bisa di kontrol, karena menurut sebuah penelitian kita tak dapat merubah perilaku dan karakter seseorang dalam kehidupan, namun lingkungan lah yang merubah perilaku dan karakter orang tersebut. 

Seperti pepatah orang lama, "Jangan beri larangan dan perintah pada seorang anak, namun jadilah tauladan baginya" dengan menjadi tauladan bagi anak, kita berperan menjadi sosok yang akan ditirunya dalam lingkungan tempat dirinya berinteraksi.

Semoga bermanfaat..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline