Perempuan adalah makhluk ciptaan yang begitu indah dari-Nya. Dengan adanya perempuan nampaklah keseimbangan dalam kehidupan ini. Laksana bangunan yang indah, tanpa adanya pilar bagaimana kiranya ia akan tegak berdiri. Perempuan mendengar namanya pun terbesit dalam benak bahwa ia seorang istimewa. Dengan kehangatan yang diberikan mampu mendinginkan dinginnya suasana, hingga tak salah kiranya suatu ungkapan bahwa perempuan adalah rumah bagi seorang lelaki.
Istimewa serta mulianya seorang perempuan teramat sering kita lupakan. Bahkan tidak sedikit seorang laki-laki menghinakan kemuliaannya. Tidak sebatas kemuliannya yang telah dihinakan, tetapi perempuan kerapkali dijadikan nomor dua dalam hidup ini. Seorang lelaki dengan angkuhnya mengatakan dirinya lah yang mulia perempuan tidak, dirinya lah yang paling berhak menjadi pemimpin perempuan tidak. Sadar maupun tidak laki-laki yang demikian terlahir pula dari seorang perempuan yang ia anggap hina dan rendah.
Perempuan dan laki-laki tiadalah beda keduanya sama cucu keturunan Adam. Islam hadir menegaskan kembali bagaimana kiranya Allah jadikan laki-laki dan perempuan itu. Penegasan ini tiada lain untuk mempertegas hak dan derajat perempuan, bahwa perempuan berasal jua darimu. Marilah kita renungkan Qs. An-Nisaa' : 1
Artinya: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (Qs. An-Nisaa'[4]:1)
Nafsin Wahidah, secara bahasa dapatlah diambil makna sebagai satu diri satu jenis serta tidak ada perbedaan diantara keduanya. Jenis yang satu itu ialah manusia, dari manusia itulah Allah pisahkan menjadi laki-laki dan perempuan. Tidak ada perbedaan, tidak ada yang lebih mulia, keduanya sama saja manusia serta memiliki hak dan kewajiban yang sama pula. Hal ini meruntuhkan pandangan kaum jahiliyyah saat itu, dimana mereka memandang remeh perempuan bahkan sebagai aib, padahal perempuan juga manusia dan bagian dari mereka jua.
Hakikatnya jika berasal dari satu jenis sudah tentulah keduanya memiliki hak dan kewajiban yang sama dihadapan Tuhan, lebih daripada itu keduanya sama-sama mulia hingga tiada hak untuk direndahkan salah satunya. Lihatlah Qs. At-Taubah : 71-72
Artinya : Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang dibawahnya mengalir sungai-sungai, kekal mereka di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga 'Adn. Dan keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar. (Qs. At-Taubah : 71-72)
Apabila kita pandang ayat-ayat ini dari segala seginya, niscaya akan kelihatanlah bahwa kedudukan perempuan mendapat jaminan yang tinggi dan mulia. Terang dan nyata kesamaan tugasnya dengan laki-laki. Sama-sama memikul kewajiban dan sama-sama mendapat hak pahit dan manis beragama sama-sama ditanggungkan. Lebih jelas lagi bahwa dalam beberapa hal, bukan saja laki-laki yang memimpin perempuan, bahkan perempuan memimpin laki-laki, (ba'dhuhum auliyaauba'dhin).[1]
Berangkat pada ayat diatas baik Qs. An-Nisaa' kemudian disandingkan Qs. At-Taubah, dapatlah kita insyafi bersama hikmah didalamnya.