Dizaman yang serba canggih ini kita disibukkan dengan pesatnya informasi-informasi yang ditampilkan melalui media sosial, inilaih dimana Indonesia memasuki era 4.0, yang dikenal degan fenomena disruptive innovation dimana semua mudah diakses dan mudah untuk medapatkan informasi dengan berkembangnya teknologi yang semakin canggih. Ada yang mengatakan ini era dimana orang yang terdekat secara fisik dengan orang lain terasa jauh, sedangkan orang yang jauh secara fisik dengan orang lain terasa dekat.
Dipegangnya barang kecil yang cukup dengan 1 tanggan dan bisa dibawa ke mana-mana yaitu alat kounikasi media social atau ponsel, menandakan bahwa zaman sudah semakin canggih oleh tangan-tangan manusia. Maka sebagian orang ada yang memutuskan untuk berhijrah agar tidak terseret oleh arus globalisasi di era milenal ini. Akan tetapi apakah arti dan makna hijrah di era saat ini sama dengan makna hijrah era Rasulullah, atau hijrah dalam makna yang sesungguhnya?
Dewasa ini, hijrah menjadi tren baru di kalangan anak muda Indonesia dan para selebriti Indonesia. Beberapa tahun terakhir, gerakan hijrah di Indonesia menjadi fenomena baru yang dikampanyekan lewat media sosial. Instagram, facebook, dan youtube, karena platform tersebut menjadi sarana paling diminati untuk menyalurkan gagasan ini. Januari 2018 penggunaan hashtag hijrah di instagram ditemukan sebanyak 1,7 juta kiriman, dan pada awal Januari tahun berikutnya dapat ditemukan sebanyak 5,3 juta kiriman. Peningkatan sebanyak tiga kali lipat menandakan 2018 sebagai tahun menjamurnya gejala ini, atau tahun-tahun tren hijrah sebagai sebuah gerakan yang dilakukan secara masif.
Di Indonesia, fenomena hijrah menjadi topik yang banyak dijadikan sorotan pemberitaan media, pada saat banyaknya artis-artis pesohor yang memutuskan untuk menjadi pribadi yang lebih religius. Kasus para selebriti yang memutuskan berhijrah pernah ditulis oleh Kirana Nur Lyansari dengan menyoroti Branding Economic of Lifestyle, yang mana ketika seorang publik figur merubah gaya hidup yang sangat berbeda dari standarisasi dunia hiburan. Maka akan membentuk sebuah otoritas keagamaan baru dan juga munculnya kecenderungan menjadikan hijrah sebagai sebuah alat komodifikasi ekonomi.
Berbagai karya ilmiah yang mengangkat fenomena seleb hijrah, mayoritas mengaitkan dengan komodifikasi agama seperti economic branding. Juga banyak penelitian hijrahnya seleb menimbulan adanya suatu kelompok sosial baru dan modern di masyarakat yang bersifat eksklusif. Hakikatnya antara eklusivisme dan komodifikasi agama yang terjadi di ruang lingkup para artis ini tidak bisa dipisahkan sama sekali.
Begitupun pada generasi muda-mudi Indonesia, mereka yang paham akan makna hijrah, yang hanya diniatkan karena Allah SWT sebagai bentuk ketakwaan kepada Allah maka hijrahnya mereka terarah atau bisa dikatakan lurus, akan tetapi jika fenomena itu hanya dijadikan sebagai life style hal itu tidak benar, karena mereka yang demikian menemukan banyak peluang baik secara pekerjaan, ataupun social, jadi hijrahnya tidak karena Alla SWT.
Sebagaimana yang kita ketahui ditahun 2019 hingga saat ini fenomena hjirah menjadi tren, yang mana banyak menarik kalangan pemuda dan pemudi atau lebih tepatnya ialah kalangan milenial. Hal ini bergambar pada kajian-kajian yang diisi oleh Ustadz-ustadz sosmed seperti Ustadz Hanan Attaki, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Abdul Somad, Ustadz Syafiq Basalamah dan lain-lain yang mana jika kita lihat para jamaah yang hadir dalam kajian Ustadz tersebut lebih banyak anak-anak mudanya dari pada orang tua atau bahkan kakek-kakek dan nenek-nenek. Hal ini tentunya baik, akan tetapi perlu adanya penekanan akan esensi hijrah. Agar Indonesia menjadi Negara yang mayoritas Islam dengan islam yang sesungguhnya bukan islam karena trend atau ikut-ikutan.
Banyakpula artikel yang menyoroti Hijrahnya para artis, hijrah yang menjadi komodifikasi baru dengan menjadikan agama sebagai sesuatu yang diperjual-belikan. Disamping itu masyarakat menganggap bahwa hijrahnya para artis dimaknai sebagai trend yang baru berkembang dikalangan artis tanah air, untuk melakukan gimmick di media, itulah cara sebagian artis yang tidak faham akan arti hijrah yang sesungguhnya dengan niatan karena Allah.
Ketika hijrah di kalangan artis menjadi tren, yang kemudian diikuti dengan gaya berpakaian yang juga berubah. Maka hal tersebut dimanfaatkan oleh sejumlah artis tanah air, juga desiner-desiner busana untuk membangun bisnis busana Muslim. Berawal dari kebutuhan mereka untuk memenuhi pakaian hijrah, mereka juga berbagi idea gaya berpakaian atau yang biasa disebut outfit of the day (ootd) melalui akun instagram mereka.
Dampak dari perilaku yang seperti inilah mempengaruhi perekonomian, pesanan mengalami banjir order, karena iklan-iklan produk yang mengusung label halal dengan menampilkan artis hijrah yang menjadi promotornya maka akan diminati dan dicari oleh kebanyakan masyarakat, mengingat islam adalah mayoritas Di Indonesia. Seperti brand jilbab zoya, kemudian produk kecantikan wardah, shampoo untuk muslimah yang berhijab, dll. Itu semua memaksimalkan dengan menggunakan artis hijrah untuk menjadi artis iklan peraga.
Maka yang dimaksud islam meminta agar orang muslim itu berhijrah adalah hijrah yang tidak sekedar merubah penampilan, tetapi juga harus disertai dengan perubahan tingkah laku. Yang dulunya suka bergunjing, maka sekarang mulai dihindari atau bahkan tidak dilakukan sama sekali. Kalau dulu suka bolong-bolong sholatnya dan telat waktunya maka sekarang sholat wajib ditunaikan bahkan ditambah dengan sholat-sholat Sunnah dan dilakukan tepat waktu.