Lihat ke Halaman Asli

Afif Alpino

Mahasiswa

Kebijakan Makroprudensial dalam Mendorong Pertumbuhan Ekonmi yang Berkelanjutan

Diperbarui: 2 Juni 2023   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Makroprudensial merupakan pendekatan kebijakan yang berfokus pada keseluruhan sistem keuangan, dengan tujuan memitigasi risiko sistemik dan menjaga stabilitas keuangan.

Menghadapi tantangan ekonomi global yang selalu berubah, stabilitas keuangan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan menjadi prioritas utama setiap negara. Di Indonesia, Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral berperan penting dalam menjaga stabilitas keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan melalui kebijakan makroprudensial.

Salah satu alat kebijakan yang digunakan adalah pengaturan rasio permodalan bank untuk memastikan bahwa bank memiliki cadangan modal yang cukup untuk menutupi risiko yang mungkin terjadi. Dengan meningkatkan modal bank, BI dapat mengurangi risiko kegagalan bank yang dapat menyebabkan krisis keuangan. Selain itu, BI juga menerapkan kebijakan pengawasan ketat terhadap sektor keuangan. Hal ini dilakukan dengan memantau dan mengevaluasi kinerja bank dan risiko terkait. Dalam hal ini, BI memberikan perhatian khusus pada kualitas aset, likuiditas, dan risiko lain yang dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan. Dengan menerapkan pemantauan ketat, BI dapat memberikan sinyal dini jika ada potensi risiko sistemik yang perlu disikapi.

Stabilitas sistem keuangan (SFS) pada triwulan I 2023 tetap terjaga meskipun terdapat tantangan di pasar keuangan global. Perkembangan positif tersebut didukung oleh koordinasi kebijakan yang ditempuh dan optimisme pemulihan ekonomi yang kuat seiring dengan membaiknya indikator ekonomi dan sistem keuangan nasional.

BI terus memperkuat respons bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Kebijakan moneter akan tetap difokuskan untuk menjaga pro-stable sementara kebijakan makroprudensial, digitalisasi sistem pembayaran, pendalaman pasar uang, serta program-program keuangan.Proses ekonomi-keuangan yang hijau dan inklusif tetap fokus untuk mendorong pertumbuhan (pro- pertumbuhan). ).

Selain untuk menjaga stabilitas keuangan, kebijakan makroprudensial Bank Indonesia juga ditujukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Salah satu kebijakan yang diterapkan adalah suku bunga tetap. Dengan menyesuaikan suku bunga, BI dapat mempengaruhi jumlah pinjaman bank kepada bisnis dan masyarakat umum. Suku bunga yang rendah dapat mendorong investasi dan konsumsi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi.

BI menempuh kebijakan makroprudensial yang tepat, komprehensif, dan berkelanjutan. BI terus melonggarkan kebijakan makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dengan menjaga:

(i) Reverse Cycle Buffer (CCyB) adalah 0%; (ii) Rasio makroprudensial (RIM) dalam kisaran 84-94%; dan (iii) rasio Penyangga Likuiditas Pengamanan Makro (PLM) sebesar 6%dengan fleksibilitas kontrak pembelian kembali sebesar 6% dan rasio PLM Syariah sebesar 4,5% dengan fleksibilitas kontrak pembelian kembali sebesar 4,5%.

Selain itu, BI juga menerapkan kebijakan makroprudensial terkait kredit. Misalnya, BI dapat membatasi pertumbuhan kredit yang berlebihan atau kredit berisiko tinggi. Hal ini dilakukan untuk menghindari munculnya credit bubble yang dapat mengganggu stabilitas sektor keuangan. Dengan demikian, BI dapat memastikan pertumbuhan kredit yang sehat dan berkelanjutan.

Memperkuat insentif makroprudensial untuk mendorong pertumbuhan kredit/perbankan untuk sektor prioritas yang belum pulih, kredit populer korporasi (KUR) dan kredit/pembiayaan hijau sejak 1 April 2023. Total insentif makroprudensial yang dapat diterima perbankan meningkat dari sebelumnya maksimal 200 bps, menjadi yang terbesar 280 bps. Total insentif termasuk insentif kredit/pembiayaan untuk bidang prioritas tertinggi adalah 1,5%; insentif penyaluran kredit KUR dan UMKM digandakan menjadi maksimal 1%; dan maksimum insentif pinjaman/pembiayaan hijau adalah 0,3%. Selain itu, BI telah melakukan realokasi penerima makroprudensial ke sub-sektor Awal yang lambat dengan ambang pertumbuhan kredit/modal tetap yang rendah minimal 1 n meningkatkan ambang pertumbuhan kredit/modal untuk kelompok penggerak pertumbuhan dan kelompok ketahanan. (Pemulihan) masing-masing dari 1% pada asal menjadi 3n 5%.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Q1 2023 tercatat sebesar 5,03% YoY, naik tipis dari pertumbuhan 5,01% YoY pada kuartal sebelumnya. Pertumbuhan ekonomi tetap ditopang oleh ekspor yang tetap kuat, konsumsi swasta yang membaik, konsumsi pemerintah yang positif, dan pertumbuhan investasi nonbangunan yang solid. Ke depan, pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan terus kuat. Prakiraan tersebut didukung oleh konsumsi swasta yang diperkirakan akan membaik seiring dengan peningkatan mobilitas, kepercayaan konsumen yang membaik, dan daya beli yang meningkat akibat inflasi yang lebih rendah. Investasi tetap ditopang oleh investasi nonbangunan yang tetap kokoh sejalan dengan perbaikan konsumsi domestik dan dampak hilirisasi. Hasil ekspor tetap kuat, didorong oleh pertumbuhan ekspor nonmigas yang kuat, dengan negara tujuan utama adalah China, Amerika Serikat dan Jepang. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi pada tahun 2023 diperkirakan akan meningkat dalam kisaran yang diharapkan sebesar 4,5-5,3%.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline