Kelas 2-G dari Universitas Pakuan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) prodi Ilmu Komunikasi mengadakan kunjungan pada tanggal 4 Juni 2024 yang sebagai tugas akhir ke Rumah Sakit Jiwa dr. H. Marzoeki Mahdi yang berlokasi di Jl. Dr. Semeru No. 114 Bogor 16111. Saya Afifah Maulidia Rahman yang merupakan salah satu mahasiswa dari Universitas Pakuan datang ke tempat bersama satu kelas saya, yaitu kelas 2-G.
Tujuan dan alasan acara kunjungan ini memiliki aspek penting menambah wawasan mengenai berbagai kondisi kesehatan mental, komunikasi yang terjadi di antara pasien dengan gangguan mental, dan bagaimana mendukung orang-orang yang hidup dengan kondisi gangguan mental. Kunjungan ini juga dapat membantu untuk mengurangi stigma seputar kesehatan mental dan mempromosikan pemahaman yang lebih baik tentang orang-orang dengan gangguan mental. Terdapat beberapa agenda yang akan dilakukan disini, seperti mengunjungi ruangan-ruangan pasien, berbincang dengan pasien-pasien, dijelaskan apa saja kegiatan-kegiatan yang dilakukan disini, dan lain-lain.
Menurut Widya Bunga Lestari sebagai ketua pelaksana acara ini, "Pengalaman paling berkesan pas di tempat tuh pas berinteraksi sama pasien yang lagi ada kegiatan, kayak bikin roti, bikin keramik, ngeliat mereka ngembangin minat bakat mereka di sana tuh rasanya kayak mereka tuh keren banget gitu sih, terus pas jajan di sana juga yang ngelayanin jual beli nya kan mereka ya, itu si mbaknya lucu banget, seneng ngeliatnya juga pas mbaknya ngejualin jajanan yang di beli sama kita-kita".
Pada saat ini saya bersama dengan teman-teman kelompok saya pergi menuju salah satu ruangan yang berada di tempat, ruangan tersebut bernama ruangan drupadi yang berisikan pasien-pasien dengan kondisi stabil, karena tujuan kami ke ruangan tersebut adalah untuk melakukan wawancara dengan pasien di dalamnya. Ketika kami sudah sampai di dalam ruangan, mata kami disuguhi dengan pemandangan pasien-pasien yang bebas berjalan kesana kemari. Pasien-pasien di ruangan drupadi tidak ada yang mendekat dan tidak ada yang melakukan sentuhan kontak fisik, hal itu dikarenakan kondisi nya yang sudah dapat dikatakan stabil dan membuat saya bersama teman-teman merasa aman.
Kelompok kami berhasil mewawancarai salah satu pasien yang berada di ruangan, pasien tersebut bernama James yang memiliki hobi bermain bola kasti dan senam dengan durasi 1 jam, James berkata bahwa kegiatan senam tersebut dilakukan rutin setiap hari. "Disini kita jam 5 pagi sudah harus bangun soalnya digedor-gedor sama penjaga, terus ibadah, sarapan di jam 7 pagi, lanjut makan siang di jam 11, terus jam 8 malem kita udah harus tidur." Kata James.
Salah satu anggota dari kelompok saya bertanya, "Lalu bagaimana dengan pelayanan disini pak?" dan James pun menjawab, "Enak, disini pelayanannya enak kayak di rumah hehehe". Jenis perawatan yang dilakukan oleh pasien hanya olahraga saja, hal tersebut agar fisiknya selalu terjaga dan menghindari kondisi pasien yang tiba-tiba kambuh, dan dari informasi yang saya dapatkan melalui James, pasien yang mengalami kondisi yang tidak stabil bisa sampai 40 hari berada disini, namun jika pasien mengalami kondisi yang stabil maka bisa sampai 18 hari saja. Aturan berkunjung pun diterapkan disini, keluarga boleh berkunjung dengan jadwal seminggu sekali, namun hal tersebut harus dengan syarat sudah melunasi pembayaran untuk kebutuhan pasien.
Setelah itu kami diarahkan menuju ruangan yang terdiri dari beberapa kelas untuk pasien-pasien, lalu kelompok kami menuju ke ruang kelas gerabah dan saya bersama salah satu teman kelompok saya mewawancarai salah satu pihak yang ada disana yang mengajar kelas gerabah. Melalui informasi yang saya dapat, kelas gerabah ini merupakan kelas inti yang ada pada hari Senin, Selasa, dan Rabu, dan kelas gerabah diadakan untuk melatih motorik dan fokus. Kelas gerabah dibuat untuk pasien-pasien yang memang kesulitan dalam melatih motorik dan fokusnya. Jadi, di kelas gerabah ini pasien dibebaskan untuk membuat gerabah sesuai dengan kreativitas mereka.
Terdapat dua fokus dalam kelas ini, yaitu melihat apa yang dicontohkan dan membuat. Jika fokus mereka semakin meningkat, otomatis motoriknya akan berjalan semua, dan ditingkatkan menjadi fokus mengingat. "Contohnya dalam mengingat bentuk guci dan tidak ditunjukan dengan gambar, yang dipakai hanya daya ingatnya saja, lalu pasien mengaplikasikannya sesuai daya ingat yang dihasilkan." Guru kelas gerabah disana pun menjelaskan, "Sebenarnya terdapat 12 tahap, namun rata-ratanya hanya mampu sampai 8 tahap saja atau level 3. Jika sudah sampai level 3, pasien akan dicoba berinteraksi secara langsung dengan masyarakat luar. Hal ini bertujuan dalam memproses percaya diri, daya ingat, fokus, motorik, dan lain-lain". Jadi, tidak memaksakan bahwa mereka harus seperti apa, karena yang dinilai adalah prosesnya yang dijalani.
Kesimpulannya adalah, kondisi mental seseorang sangat penting dan tidak bisa dianggap main-main, dukungan dari keluarga, pihak-pihak dari tempat ini, serta dari orang-orang terdekat merupakan salah satu bentuk kepedulian terhadap pasien dan bisa meyakinkan mereka bahwa mereka dapat sembuh. Dan tempat ini hanyalah sebagai bentuk terapi, mau di kelas manapun pasien belajar dan berlatih dari apa yang dibuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H