Pada akhir november hingga awal desember ini, hujan membasahi bumi pertiwi dengan intensitas yang cukup tinggi. Tak sedikit wilayah di Indonesia terjadi bencana mulai dari banjir hingga tanah longsor. Hal ini nampaknya sudah menjadi hal yang biasa di mata masyarakat Indonesia.
Beragam upaya pun telah dilakukan untuk mencegah terjadinya banjir, seperti pengerukkan dasar kali hingga pembangunan beberapa kanal banjir. Namun ternyata bencana ini masih saja terjadi dan menimbulkan banyak kerugian seperti kerusakan infrastruktur. Banjir menyebabkan kendaraan tak dapat melaju di jalanan karena terendam air dan ketika banjir surut akan dijumpai jalanan yang berlubang dan penuh dengan kotoran.
Banjir maupun tanah longsor datang secara tiba-tiba sebab kondisi iklim saat ini sudah sangat berubah dan tidak bisa diprediksi. Di pagi hari langit terlihat begitu cerah, namun di siang hari mendung dan turun hujan dengan intensitas yang tinggi bahkan terkadang disertai badai yang mengancam keselamatan manusia. Perubahan iklim ini sebenarnya sudah lama terlihat tanda-tandanya, namun masih banyak pihak yang tidak begitu peduli dengan perubahan iklim ini.
Di sisi lain, disadari atau tidak, air laut semakin mengalami peningkatan setiap tahunnya akibat global warming (pemanasan global) yang merupakan kenaikan suhu permukaan bumi akibat adanya peningkatan keluaran (emisi) gas rumah kaca di atmosfer.
Gas-gas rumah kaca yang paling banyak ditemukan di atmosfer dan menyumbang paling besar dalam peningkatan suhu adalah karbon dioksida (CO2), Metana (CH4), Nitrogen Oksida (N2O), dan gas terflorinasi/fluorinated gasseperti CFC, hidroflorkarbon, dan lainnya. Gas rumah kaca ini dihasilkan dari beragam aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar, transportasi, dan sebagainya.
Suhu bumi yang meningkat adalah salah satu dampak dari perubahan iklim yang akan mencairkan es di kutub utara dan selatan bumi sehingga terjadi kenaikan permukaan air laut global. Meskipun Indonesia cukup jauh jaraknya dari kutub bumi, namun tetap bisa terkena dampaknya karena adanya perputaran bumi dan efek gravitasi yang akan membuat lelehan es menyebar ke seluruh dunia. Para ilmuwan melaporkan di Science Advances, Indonesia diperkirakan mengalami peningkatan permukaan laut setinggi 1.700 milimeter. Apabila hal ini dibiarkan terus menerus, maka beberapa wilayah di Indonesia akan tenggelam, terlebih lagi sebagian besar wilayah Indonesia adalah perairan.
Melirik kembali berita yang telah beredar beberapa waktu silam bahwa diperkirakan 2.000 pulau kecil yang berada di dataran rendah Indonesia akan tenggelam akibat air laut yang semakin meningkat pada tahun 2030. Pulau kecil ini kurang mendapat perhatian yang serius baik dari pemerintah maupun masyarakat.
Padahal pulau tersebut memiliki potensi sumber daya alam pesisir yang sangat besar dan sebagai aset pembangunan sehingga sebenarnya berpotensi untuk dijadikan Mina Wisata yang merupakan konsep pengembangan pulau kecil yang dipadukan dengan pariwisata sehingga menarik banyak turis untuk datang dan meningkatkan kesejahteraan warga sekitar. Sangat disayangkan apabila pada akhirnya pulau kecil ini tenggelam.
Tak hanya pulau kecil saja yang terancam tenggelam, melainkan kota besar seperti Jakarta yang 40% wilayahnya berada di bawah permukaan laut. Selain adanya peningkatan permukaan air laut, tanpa disadari juga terjadi penurunan permukaan tanah karena penggunaan air tanah yang tidak terkendali. Pada akhirnya, permukaan air laut lebih tinggi dari pada darat. Oleh sebab itu, terkadang banjir tiba-tiba datang tanpa adanya hujan akibat air laut yang meluap ke daratan. Masih banyak lagi wilayah di Indonesia yang terancam tenggelam apabila tidak diperhatikan dan dibenahi secara serius.
Dampak perubahan iklim yang membuat bumi sakit ini tentu bisa diobati. Beragam solusi ditawarkan untuk mencegah keberlanjutan perubahan iklim. Terdapat beberapa hal yang bisa dilakukan manusia untuk menolong bumi. Yang pertama adalah dengan menjaga bumi agar tetap hijau melalui reboisasi hutan, menanam beragam jenis tanaman di sekitar lingkungan perumahan, perkantoran, serta pembuatan taman-taman kota sehingga paru-paru bumi dapat bekerja dengan baik dengan menyerap gas CO2 dan melepaskan oksigen yang baik bagi manusia.
Yang kedua adalah mengurangi penggunaan plastik yang sulit hancur di alam. Indonesia termasuk dalam peringkat kedua di dunia sebagai penghasil sampah plastik ke Laut setelah Tiongkok. Hal ini menimbulkan permasalahan lain, yaitu pencemaran laut yang menyebabkan kematian ikan sehingga hasil laut menurun. Upaya lain apabila memang mengharuskan penggunaan plastik adalah dengan menggunakan bioplastik atau plastik yang dibuat dari bahan alami yang mudah hancur di alam, seperti pati singkong.