Lihat ke Halaman Asli

Korupsi di Indonesia dan Penanganannya

Diperbarui: 29 Desember 2019   19:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi merupakan sesuatu yang busuk, jahat, penyelewengan/penggelapan, sogok dan merusak. Jika membicarakan tentang korupsi memang akan menemukan kenyataan semacam itu karena korupsi menyangkut segi-segi moral, sifat keadaan yang busuk, jabatan karena pemberian, faktor ekonomi dan politik, serta penempatan keluarga atau golongan kedalam kedinasan di bawah kekusaan jabatannya. Dengan demikian, secara harfiah dapat ditarik kesimpulan bahwa sesungguhnya istilah korupsi memiliki arti yang sangat luas. Adapun ciri-ciri korupsi, antara lain:
-  Suatu  pengkhianatan  terhadap  kepercayaan
-  Penipuan  terhadap  badan  pemerintah
-  Dengan  sengaja  melalaikan  kepentingan  umum  untuk  kepentingan  khusus
-  Dilakukan  dengan  rahasia          
-  Melibatkan  lebih  dari  satu  orang  atau  pihak
-  Adanya  kewajiban  dan  keuntungan  bersama,  dalam  bentuk  uang  atau  yang  lain
-  Terpusatnya  korupsi  pada  yang  menghendaki/mempengaruhi  keputusan  yang  pasti
-  Adanya  usaha  untuk  menutupi  korupsi  dalam  bentuk-bentuk  pengesahan  hukum
- Menunjukkan  fungsi  ganda  yang berlawanan pada  mereka  yang  melakukan  korupsi

Berdasarkan data Transparency International Indonesia, kasus korupsi di Indonesia belum teratasi dengan baik. Indonesia menempati peringkat ke-100 dari 183 negara pada tahun 2011 dalam Indeks Persepsi Korupsi. Penyebab terjadinya korupsi pun bermacam-macam, antara lain masalah ekonomi, yaitu rendahnya penghasilan yang diperoleh jika dibandingkan dengan kebutuhan hidup dan gaya hidup yang konsumtif, budaya memberi tips (uang pelicin), budaya malu yang rendah, sanksi hukum lemah yang tidak mampu menimbulkan efek jera, penerapan hukum yang tidak konsisten dari institusi penegak hukum, dan kurangnya pengawasan hukum.

Pada zaman yang sekarang ini, kata - kata korupsi bukanlah suatu kalimat yang asing lagi di telinga kita, bahkan di negara kita Indonesia ini telah banyak terjadinya kasus korupsi. Korupsi sendiri ialah bentuk dari penyalahgunaan jabatan yang telah dipercayai oleh masyarakat untuk mencapai keuntungan secara pribadi ataupun perkelompok. Pada saat ini korupsi merupakan sebuah kasus yang telah mendunia, bahkan beberapa negara masih belum mempunyai hukuman yang tegas bagi para pelaku korupsi itu sendiri. Di Indonesia sendiri korupsi seakan-akan telah menjadi gaya hidup, tidakkah mereka menyadari bahwa korupsi dapat menyebabkan penderitaan rakyat dan melemahnya perekonomian bangsa? Sepertinya para koruptor masih belum jera mencuri uang rakyat. Banyaknya jumlah koruptor di Indonesia menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih belum memahami akan kejujuran dan belum paham akan pentingnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan  bernegara.

Kasus korupsi merupakan sebuah kasus yang bertentangan dengan sila ke- 4, sila ini mengandung makna bahwa suatu perwakilan dalam mengambil sebuah keputusan harus dengan hikmat dan kebijaksanaan supaya bertujuan baik bagi masyarakat maupun negara. Pada zaman modern ini, sila ke-4 yang merupakan salah satu sila dari pancasila yang fungsi dan kedudukannya mulai tergeser, padahal kita semua mengetahui bahwa pancasila merupakan landasan Negara ini "Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan" Sebuah kalimat yang secara umum membahas bahwa sila ke-4 merupakan penjelasan dari Negara Demokrasi.

Salah satu kasus korupsi yang terjadi baru-baru ini ialah kasus korupsi Kota Waringin Timur, pada awal 2019, KPK telah resmi menetapkan Bupati Kota Waringin Timur Supian Hadi sebagai tersangka kasus korupsi IUP (Izin Usaha Pertambangan) yang merugikan negara senilai Rp 5,8 Triliun. Dikutip dari CNN indonesia, Supian Hadi sedang menjalankan pemerintahannya di periode kedua. Diduga ia telah menyalah gunakan jabatannya untuk memperkaya diri. Supian menerima suap dari 3 perusahaan untuk mempermudah izin pertambangan, ketiga perusahaan itu ia lah PT. FMA (PT. Fajar Mentaya Abadi), PT. BI (PT.Billy Indonesia), dan PT. AIM (PT. Aries Iron Maining). Kabarnya politisi PDIP ini menerima Toyota Land Cruiser seharga Rp 710 juta, Hummer H3 seharga Rp 1,3 miliar, dan juga uang senilai Rp 500 juta sebagai pelicin. Meskipun suap yang diberikan dalam jumlah miliaran, tapi kerugian yang dialami negara mencapai triliunan rupiah. Diperkirakan, kerugian Negara mencapai 5,8 triliun jika dihitung dari kerusakan alam dan hasil produksi tambang bauksit.

Berkaitan dengan dampak yang diakibatkan dari tindak pidana korupsi, setidaknya terdapat dua konsekuensi. Konsekuensi negatif dari korupsi sistemik terhadap proses demokratisasi dan pembangunan yang berkelanjutan adalah :
"Korupsi", legitimasi atau proses demokrasi dengan mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik melalui politik uang.
"Korupsi", tindakan pengambilan keputusan pada kebijakan publik dan membuat tiadanya akuntabilitas publik. Hukum dan birokrasi hanya melayani kepada kekuasaan dan pemilik modal.
"Korupsi", meniadakan sistem promosi dan hukuman yang berdasarkan kinerja.
"Korupsi", mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat sehingga menganggu pembangunan yang berkelanjutan.
"Korupsi", mengakibatkan sistem ekonomi karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri.

Korupsi yang sistemik dapat menyebabkan:
- Biaya  ekonomi  tinggi  oleh  penyimpangan  intensif
- Biaya  politik  oleh   pengangsiran  terhadap  suatu  lembaga  publik
- Biaya sosial oleh pembagian kesejahteraan dan pembagian kekuasaan
1.Mengerahkan seluruh stakeholder dalam merumuskan visi, misi, tujuan dan indicator   terhadap makna Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
2.Mengerahkan dan mengidentifikasi strategi yang akan mendukung terhadap pemberantasan KKN sebagai payung hukum menyangkut Stick, Carrot, Perbaikan Gaji Pegawai, Sanksi Efek Jera, Pemberhentian Jabatan yang diduga secara nyata melakukan tindak korupsi dsb.
3.Melaksanakan dan menerapkan seluruh kebijakan yang telah dibuat dengan melaksanakan penegakkan hukum tanpa pilih bulu terhadap setiap pelanggaran KKN dengan aturan hukum yang telah ditentukan dan tegas.
4.Melaksanakan Evaluasi, Pengendalian dan Pengawasan dengan memberikan atau membuat mekanisme yang dapat memberikan kesempatan kepada kepada Masyarakat, dan pengawasan fungsional lebih independent.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline