Bagi orangtua, menentukan gaya pengasuhan yang tepat bagi anak seringkali menjadi trial and eror. Tak jarang pula orangtua menerapkan gaya pengasuhan tertentu tanpa disadari. Sebab, gaya pengasuhan seringkali timbul akibat 'dendam' dari pengalaman di masa kecil yang terbawa hingga dewasa.
Salah satu gaya pengasuhan yang saat ini sedang happening di kalangan orangtua ---khususnya new parents adalah gentle parenting. Berbagai konten di media sosial menampakkan keseharian orangtua baru yang sedang berusaha melakukan negosiasi panjang dengan anak, menunjukkan reaksi yang lembut ketika anak melakukan kesalahan, dan sebagainya.
Sesungguhnya, apa itu gentle parenting? Apakah sama dengan gaya pengasuhan demokratis? Dan, apakah cocok apabila diterapkan pada anak Indonesia dengan karakteristik dan mental yang beragam? Yuk, kita ulas satu-satu~
Asal Mula Istilah Gentle Parenting
Istilah gentle parenting tentu tidak muncul tiba-tiba, gaya pengasuhan ini merupakan hasil dari perkembangan pemikiran psikologi dan pendidikan anak. Konsep ini dipengaruhi oleh berbagai teori psikologi yang menekankan pentingnya hubungan emosional yang positif dan pengertian dalam pengasuhan anak.
Salah satu teori yang menjadi dasar dari gentle parenting ini adalah teori attachment atau kelekatan. Dikembangkan oleh Bowlby Ainsworth, teori ini menekankan pentingnya hubungan yang aman dan penuh kasih antara orangtua dan anak. Gentle parenting banyak mengadopsi prinsip dari teori attachment ini dengan menekankan pentingnya memahami dan merespons kebutuhan emosional anak.
Model pembelajaran modern seperti Montessori dan Waldorf juga berkontribusi pada perkembangan gentle parenting dengan menekankan pada pembelajaran melalui kemandirian, mengelola empati, dan penghargaan terhadap otonomi anak. Tahu sendiri, kan, pendekatan model pembelajaran Montessori dan Waldorf sangat children-centered alias anak berperan aktif dan dominan.
Pada intinya, gentle parenting berfokus pada membangun hubungan yang penuh kelembutan, kasih sayang, dan saling menghormati antara orangtua dan anak dalam batasan tertentu. Prinsip utamanya adalah rasa empati, komunikasi yang positif, dan penguatan perilaku baik. Ini bukan tentang menghindari disiplin, tetapi lebih tentang bagaimana kita mendisiplinkan anak dengan cara yang lebih smooth.
Contoh kecil yang sering kita temui sehari-hari yakni ketika anak melakukan kesalahan, kebanyakan orangtua akan berkata, "Tuhhh, kan, Mama tadi bilang apa?" atau "Ayah, kan, sudah bilang jangan lompat di sofa!" dan berbagai "kan, kan, kan..." lainnya, wkekekek. Dalam gentle parenting, teguran seperti demikian kurang dibenarkan.
Alih-alih membuat anak menyesal dan menyalahkan perilaku mereka, orangtua yang menerapkan gaya pengasuhan gentle parenting justru menetapkan ekspetasi dan menyugesti rasa aman kepada anak ---tentunya dengan perkataan tanpa tendensi, seperti "Boleh saja bermain di atas sofa, tapi tidak perlu lompat, ya. Adik tahu, kan, fungsi sofa itu untuk apa? Iya, untuk duduk. Jadi, mainnya sambil duduk saja, ya"
Perbedaan Gentle Parenting dengan Gaya Pengasuhan Lain
Gentle parenting berbeda dari gaya pengasuhan lainnya dalam beberapa hal penting. Mari kita bandingkan dengan beberapa pola asuh yang mungkin lebih dikenal:
Gentle Parenting vs. Otoriter