Lihat ke Halaman Asli

Afif Auliya Nurani

TERVERIFIKASI

Pengajar

Mengoptimalkan Model Pembelajaran bagi Warga Belajar Pendidikan Kesetaraan

Diperbarui: 29 Januari 2023   07:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pembelajaran di PKBM. Dokpri

Tidak semua masyarakat berkesempatan untuk mendapatkan pendidikan melalui lembaga formal. Keterbatasan kondisi fisik dan psikis, biaya, akses, serta beberapa faktor penghambat lainnya membuat beberapa orang memilih untuk tidak bersekolah. Sebagian juga memilih untuk bekerja karena dianggap "lebih menghasilkan".

Menurut data dari Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), pada tahun 2021 terdapat sekitar 83 ribu anak yang putus sekolah. Dilansir dari Pikiran Rakyat, angka tersebut naik drastis dari tahun sebelumnya akibat pandemi Covid-19 terjadi. Secara tidak langsung, hal ini juga berkontribusi pada meningkatkan angka pekerja di bawah umur.

Anak di bawah umur yang harus bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari seringkali tidak memiliki waktu lebih untuk belajar secara formal. Belum lagi masalah administrasi pada pekerjaan mereka yang mengharuskan untuk memiliki ijazah. Pada akhirnya, mereka bisa saja diberhentikan sewaktu-waktu hanya karena tidak mempunyai legalitas tersebut.

Di samping itu, sebagian masyarakat juga memilih secara sadar untuk tidak mendaftarkan anak mereka di lembaga formal. Alternatif lain seperti homeschooling, flexi-school, rumah tahfidz, dan sebagainya dipilih karena alasan tertentu. Kedua "kubu" di atas tentunya tetap membutuhkan legalitas berupa ijazah untuk dapat diakui telah mencapai kecakapan akademik sekaligus sebagai syarat mendaftar pekerjaan.

Pendidikan kesetaraan ---atau yang lebih familiar disebut sebagai kejar paket merupakan jawaban atas keduanya. Pendidikan kesetaraan merupakan program layanan bagi anak usia sekolah maupun orang dewasa yang belum pernah atau tidak memilih belajar di lembaga pendidikan formal. Layanan ini terbagi menjadi 3 jenjang, yakni Paket A (setara SD), Paket B (setara SMP), dan Paket C (setara SMA).

Adapun lembaga yang dapat mengakomodasi pendidikan kesetaraan di antaranya Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), Sanggar Kegiatan Belajar (SKB), Balai Pengembangan Kegiatan Belajar (BPKB), Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), dan masih banyak lagi. Berbagai lembaga tersebut berada dalam pengawasan dan bimbingan dari Kemendikbudristek.

Warga belajar ---sebutan bagi siswa pendidikan kesetaraan berhak mendapatkan pembelajaran yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi masing-masing. Kesibukan yang tak menentu bagi setiap warga belajar secara tidak langsung menuntut model pembelajaran yang lebih luwes dibandingkan pendidikan formal.

Model pembelajaran yang fleksibel dalam pendidikan kesetaraan tetap harus didasarkan pada capaian belajar yang telah ditentukan. Namun, sangat tidak mungkin jika pembelajaran ditetapkan secara 'saklek' seperti pendidikan formal. Berikut beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan agar setiap warga belajar mendapat hasil yang optimal dalam proses belajarnya:

Pembelajaran Tatap Muka

Berdasarkan kurikulum 2013, pembelajaran pendidikan kesetaraan dilaksanakan berbasis modul. Menurut keterangan Pranyono selaku pamong BP-PAUD dan Dikmas Yogyakarta, modul telah disusun sebagai delivery system agar warga belajar dapat belajar mandiri. Namun, bagi warga belajar hal tesebut tidak dapat dilakukan sepenuhnya, utamanya bagi warga belajar yang usianya setara SD.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline