Beberapa hari yang lalu saya dan beberapa kawan melaksanakan magang di sebuah BA (Bustanul Athfal, sekolah Islam setingkat Taman Kanak-kanak). Magang adalah salah satu program unggulan bagi jurusan-jurusan keguruan di kampus saya yang ditujukan bagi mahasiswi semester 3 dan 5. Dalam program ini, kami diwajibkan mengikuti kegiatan belajar dan mengajar di sekolah-sekolah yang sudah ditentukan untuk menelaah budaya sekolah, kurikulum, evaluasi, dan sebagainya. Bagi saya, program ini sungguh menyenangkan karena di samping saya dapat belajar langsung dari lapangan, banyak pengalaman baru yang terjadi meski hanya dalam rentang waktu satu bulan.
Seperti kala itu, ada momentum menarik yang membuat saya kepikiran hingga sekarang. Ketika saya menemani siswa-siswi kelas A yang sedang mengerjakan tugas dari guru mengenai introducing alphabet, saya mendapat pertanyaan yang cukup sulit untuk terjawab. Pertanyaan tersebut terlontar dari salah satu siswi di kelas tersebut yakni: "Bu, kenapa huruf B perutnya ada dua?". Ya, pertanyaan yang begitu sederhana, namun seakan tak punya jawaban.
Karena saya bingung untuk menanggapinya, maka saya alihkan saja seperti ini: "Kenapa ya? Nanti kita cari tahu bersama ya? Sekarang diselesaikan dulu nulisnya" dengan harapan dia lupa untuk menagihnya kembali, hehehe.
Anak dalam rentang usia TK hingga SD memang sering disebut sebagai "Professor Cilik", yakni sering mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sederhana namun membuat orang dewasa harus memutar otak. Pertanyaan yang diajukan acap kali diluar nalar, atau bahkan terdengar aneh. Wajarlah jika demikian, karena proses bertanya merupakan fitrah bagi anak. hal ini dikarenakan, sel neuron otak anak tidak begitu saja menerima setiap impuls yang masuk. Mereka akan selalu mempertanyakan hingga mencapai kepuasan sebelum disimpan lekat dalam long term memory-nya.
Anak yang banyak bertanya sebetulnya memiliki segudang rasa ingin tahu yang tinggi akan berbagai hal. Pada masa ini, otak anak berkembang sangat pesat. anak akan merasakan "haus" akan informasi dan pengetahuan baru. Maka bersyukurlah kita ketika melihat anak melewati proses ini. Semakin sering anak bertanya maka akan menumbuhkan sikap kritis dan kreatif pada kehidupannya kelak. Oleh karena itu, orangtua maupun guru harus memberi respon yang positif dan penuh dengan kesabaran terhadap berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh bibir mungil buah hati. Kondisi ini merupakan stimulan yang baik untuk mengembangkan proses kognisi anak.
Bagaimana jika orangtua maupun guru kesulitan menjawab pertanyaan anak?
Pertanyaan yang tidak masuk akal seringkali membuat kita bingung dan tidak mengerti. Meskipun hal tersebut adalah saat yang terbaik untuk membekali anak dengan pengetahuan baru, kita harus menjawabnya dengan hati-hati. Apabila jawaban yang kita berikan gegabah atau ngawur, bisa jadi hal tersebut akan mereka simpan selamanya dan menjadi salah kaprah di masa mendatang. Nah,berikut ada sedikit tips ketika kita kesulitan menjawab pertanyaan anak:
1. Jawab dengan perumpamaan
Seperti contoh yang pernah saya tulis di sini, menggunakan permisalan adalah cara jitu untuk memberi pemahaman kepada anak. Namun kita juga harus tetap memperhatikan konteksnya, jangan sampai perumpamaan yang kita gunakan terlalu mengada-ada dan tidak sesuai dengan pemikiran mereka. Meski mereka adalah imajinator yang ulung, tidak semua hal bisa difantasikan begitu saja oleh anak.
2. Mencari tahu dengan semangat
Jika memang tidak tahu jawaban atas pertanyaan anak, jangan sekali-kali mencoba untuk mengada-ada. Tunjukkan rasa semangat untuk mencari tahu jawaban di depan anak supaya rasa penasaran anak juga turut berkembang dan tergugah. Misalkan dengan mencari tahu dari buku, internet, maupun lingkungan sekitar. Dengan demikian, kelak mental researcheranak akan terbentuk dengan kokoh, sehingga anak tidak akan mudah menyerah dalam menuntaskan rasa penasarannya.