Lihat ke Halaman Asli

Afif Auliya Nurani

TERVERIFIKASI

Pengajar

Daoen Jang Jatoeh

Diperbarui: 1 Januari 2017   12:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Daun yang jatuh tak pernah membenci angin” -Tere Liye.

Mau angin tornado, angin topan, angin cinta, dan sebagainya, helaian daun yang jatuh tak pernah protes, apalagi melawan. Ibukku dan Bapakku belum pernah baca novel ini sekalipun -jangankan membaca, melihat bukunya saja mungkin belum pernah, tapi justeru aku belajar banyak makna kata-kata itu dari beliau keduanya.

“Bahwa hidup harus menerima... penerimaan yang indah. Mengerti... pengertian yang benar. Dan memahami... pemahaman yang tulus”

Sepanjang hidup, pertanyaan “kenapa” kepada hidup itu sendiri sering terlintas dipikiranku. Kenapa ada masalah? Kenapa ada luka? Kenapa ada kehilangan? Bukankah hidup akan baik-baik saja tanpa ketiganya? Kenapa ada? Ah, masih banyak kenapa-kenapa lainnya yang tak berkecamuk. Aku meyakini, bahwa setiap pertanyaan pasti berpasangan dengan jawabannya. Maka jadilah aku ‘memaksakan’ jawaban-jawaban itu dengan perasangka yang tidak-tidak. Entahlah, su’udzon kah aku kepada hidup?

Tapi, lihatlah, tanpa baca novel Tere Liye, Ibuk dan Bapak sudah melakukan tiga hal yang gugur daun lakukan : menerima, mengerti, dan memahami. Apa yang terjadi? Ketika beliau-beliau menghadapi masalah yang besar binggow sekalipun, luka yang paling menganga sekalipun, kehilangan yang terpenting sekalipun, beliau-beliau tetap bisa hidup normally, bahagia as always. Padahal aku tahu, aku menyaksikannya sendiri, beta binggow-nya masalah yang dihadapi. Bahkan meski aku tak terlibah atas ke-binggow-an itu, malah justeru aku yang resah gelisah. Ibuk dan Bapak tetap menampakkan senyum terbaiknya seperti yang biasa ku lihat setiap hari. Benar-benar, belum pernah aku temui sosok yang setegar keduanya, selain Rasulullah dan nabi-nabi lain yang hanya kutemui kisahnya selama ini.

Daun yang jatuh tak pernah membenci angin.

Maka biarkan, biarkan angin merengkuhnya, membawanya, entah itu sampai kepada lautan luas, atau malah jatuh terinjak-injak di tanah basah. Yang pasti, daun tak pernah jatuh dengan ke-sia-sia-an.

Allahummaghfirlana waliwalidina warhamhum kama robbauna shighoro.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline