Lihat ke Halaman Asli

Afidatul Hasanah

Penyair yang sedang bersemedi

Semburat

Diperbarui: 24 Maret 2022   21:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Senja kesekian.

Kutatap nanar diriku di kamera ponsel sembari merutuki masalah yang berdesak-desakan menghimpit palung hati. Kupasang HIT elektrik untuk menghindari gigitan dan raungan nyamuk yang semakin membuat hambar keadaanku. Lukanya melebihi lukaku batinku dengan segala kegelisahannya.

Kuraih kembali ponsel yang kuletakkan serampangan di atas selimut. Tak ada notifiasi dari siapapun bahkan pesan grup juga seakan menghindariku. Lalu apa yang harus aku lakukan sekarang? Pikirku yang sia-sia. Bagaimana jika aku kehilangannya?

Dengan perasaan tak menentu dan gemuruh dalam dada serta pikiran yang terus terombang-ambing, aku memutuskan untuk menghubunginya. Ya, aku sama sekali tidak suka kesendirian. Panggilan pertama tak terjawab kemudian aku mencoba peruntungan untuk panggilan kedua.

"Ada apa?"suaranya terdengar tidak suka.

"Aku harus bagaimana?"ucapku seraya menahan tangis.

Raut wajahnya seperti sedang menahan sakit bahkan sikapnya seperti tidak menghendaki keberadaanku.

"kenapa kau Tanya padaku? Bukankah semua hal terjadi karena ulahmu?"

Aku diam karena aku memang salah.

"apalagi?"tambahhnya.

"Aku tidak ingin kamu pergi." tangisku pecah.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline