Lihat ke Halaman Asli

Pemanfaatan Pajak Rokok dan Bea Cukai untuk Pemanfaatan Pembiayaan Kesehatan

Diperbarui: 21 Agustus 2023   23:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Pajak rokok dan bea cukai merupakan sumber pendapatan yang penting bagi pemerintah yang berfungsi untuk mengendalikan konsumsi rokok dan barang impor. Selain itu, pajak rokok dan bea cukai juga dapat dimanfaatkan untuk penambahan pembiayaan kesehatan. Nah, dalam artikel ini, saya akan membahas mengenai pemanfaatan pajak rokok dan bea cukai untuk meningkatkan pembiayaan kesehatan di Indonesia.
Yang pertama adalah dampak buruk mengonsumsi rokok terhadap kesehatan masyarakat. Bertahun – tahun yang lalu, rokok telah terbukti menjadi penyebab utama yang dapat menghasilkan berbagai penyakit serius seperti kanker, penyakit jantung, gangguan pernapasan, dan gangguan kehamilan. Pada Januari 2022, Kompas telah menerbitkan artikel mengenai kasus kematian premature sebanyak 225.700 yang terjadi pada perokok aktif maupun pasif. Selain itu, biaya untuk perokok aktif juga sangat tinggi. Oleh karena itu pemerintah perlu mengambil langkah-langkah untuk mengurangi konsumsi rokok dan meningkatkan pembiayaan kesehatan.  
Banyak langkah yang dapat diambil untuk mengatasi hal ini, namun kali ini saya akan membahas salah satunya, yaitu dengan meningkatkan tarif pajak rokok. Dalam jurnal bppk.kemenkeu.go.id yang berjudul “Pajak sebagai Alat Pengendalian Konsumsi Rokok” memuat data bahwa peningkatan 10% harga rokok akan menurunkan konsumsi rokok, perokok termiskin sebanyak 16% dan perokok terkaya turun 6%. Untuk itu, diperlukan peran pemerintah sebagai penentu kebijakan dengan menggunakan pajak sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu untuk pengendalian pola konsumsi rokok di dalam negeri.
Disamping pajak rokok, bea cukai juga dapat menjadi sumber pendapatan yang penting untuk penambahan pembiayaan, serta untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat. Dalam sebuah jurnal berjudul “Pengaruh Kebijakan Eamarking Cukai Hasil Tembakau terhadap Pelayanan Kesehatan Masyarakat di Indonesia” yang diterbitkan oleh jurnal.pknstan.ac.id, reset menemukan bahwa realisasi DBH CHT di bidang kesehatan penggunaan utamanya oleh pemerintah kabupaten/kota adalah untuk penyediaan,peningkatan atau pemeliharaan sarana prasarana fasilitas kesehatan di daerah. Dalam penelitiannya tersebut, ditemukan bahwa setiap kenaikan 1% DBH CHT kesehatan periode t-1, maka rata-rata jumlah faskes di level kabupaten/kota meningkat sebesar 1,83%.
Efek atau dampak dari kegiatan memanfaatkan perolehan pajak rokok dan bea cukai adalah dapat meningkatkan pembiayaan kesehatan di Indonesia. Namun menurut pandangan saya, dengan adanya pajak dapat memberi beban secara finansial yang cukup berat terhadap peokok aktif yang sudah tercandu, terutama bagi mereka yang berpendapatan rendah. Juga berdampak yang lain yaitu terjadinya ketimpangan sosial dan ekonomi yang cukup mencolok dengan jumlah yang lebih besar. Selain dampak secara personal, kebijakan ini juga berdampak industri rokok dan perdagangan internasional. Industri rokok merupakan salah satu sektor yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian, termasuk dalam menciptakan lapangan kerja. Jika konsumsi rokok menurun secara drastis, maka hal ini dapat berdampak pada pengurangan lapangan dan tenaga kerja juga pendapatan negara dari sektor ini. Selain itu, dengan adanya pajak rokok dapat mendorong perdagangan rokok secara ilegal rokok yang tidak dikenakan pajak.
Cara ini kurang efektif untuk dilakukan oleh pemerintah. Sebaiknya, pemerintah mencari alternatif lain dengan pembiayaan yang lebih adil dan berkelanjutan untuk sektor kesehatan. Seperti, meningkatkan efisiensi pengelolaan anggaran kesehatan yang sudah ada, juga melakukan reformasi dalam sistem perpajakan secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu adanya pengawasan yang ketat dalam pemanfaatan pajak rokok untuk kesehatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline