Minggu malam kemaren, saya kembali berkunjung ke PRJ yang memang merupakan acara ritual tahunan bagi kami sekeluarga untuk sekedar cuci mata dan juga sedikit berbelanja.Yang menjadi kendala adalah sulitnya akses karena kalau menggunakan kendaraan pribadi akan terhadang macet yangluar biasa sedangkan kalau menggunakan angkutan umum pun kurang nyaman, dan harus berjalan kaki menembus kemacetan di jalan yang padat dengan asap dan tidak ada trotoar.
PRJ selalu menarik hati saya. Salah satunya adalah potongan tiket seharga 25,000 yang bisa ditukarkan dengan produk tertentu dengan tambahan sejumlah uang tentunya. Selain itu, berbagai jenis hiburan dan kuliner juga menanti untuk dinikmati warga Jakarta dan pengunjung dari luar kota atau bahkan mancanegara.
Yang menarik tahun ini adalah hadirnya toko-toko yang menjual cendra mata khas Jakarta sepertiT shirt, gantungan kunci, mug, dan pernak-pernik lainnya. Selain itu berbelanja bermacam-macam gadget , barang elektronik sampai toko serba ada pun ada. Pendeknya PRJ adalah mal dadakan terbesar di dunia yang memberikan promo khusus sehingga tidak pernah gagal menarik pembeli.
[caption id="attachment_190503" align="alignnone" width="480" caption="kerak telor"]
[/caption]
Kami sekeluarga sebenarnya naik kendaraan pribadi, namun karena begtiu mendekat ke lokasi, kemacetan sudah sangat parah sehingga dalam setengah jam kendaraan hanya bergerak kurang dari 50 meter. Kami memutuskan untuk berjalan kaki dan kendaraan disuruh balik arah untuk parkir di tempat lain. Dari tempat jalan kaki di Jalan Benyamin Suaeb ini sangat terasa kalau Jakarta memang kota yang tidak ramah untuk pejalan kaki.
[caption id="attachment_190501" align="alignnone" width="480" caption="antri tiket"]
[/caption]
Kami berebut lahan tepi jalan dengan sepeda motor, bajaj, metromini, dan kendaraan pribadi. Sementara trotoar atau kaki lima sama sekali tidak ada. Asap kendaraan memenuhi hingga ke rongga dada. Benar-benar perjalanan yang sedikit menyiksa walau pun jaraknya kurang dari 500 meter. Seandainya pemerintah mau memperbaiki sedikit manajemen PRJ seperti pengadaan kendaraan umum yang lebih banyak dan membatasi penggunaan kendaraan pribadi. Mungkin berkunjung ke PRJ akan jauh lebih nikmat.
[caption id="attachment_190498" align="alignnone" width="480" caption="Tiket elektronik"]
[/caption]
Di tepi jalan, seperti biasa dipenuhi oleh penjual kerak telor yang berbaris rapi. Namun memberikan kesan kurang teratur dan juga setiap tahun cuma seperti itu-itu saja?Namun saya terus berjalan sampai ke pintu gerbang dan membeli tiket masuk sebesar 25 tib per orang. Tiket elektronik berbentuk kartu memang cukup menarik dan memberikan sedikit kesan canggih.
[caption id="attachment_190499" align="alignnone" width="480" caption="Gerai Makanan"]
[/caption]
Setelah berkeliling ke semua hall, menikmati makanan di salah satu gerai, minum beberapa kali karena cepat haus. Akhirnya kaki pun merasa lelah dan tibalah saatnya untuk pulang. Ternyata ini pun memerlukan perjuangan tersendiri karena kendaraan umum susah ditemui dan kendaraan kami terpaksa diparkir di tempat yang cukup jauh.
Tetapi, bagaimana pun saya tetap menyukia PRJ yang saya sebut pasar terbesar di dunia.! Anda sudah berkunjung ke PRJS 2012 di Kemayoran?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H