Lihat ke Halaman Asli

Kalau Mau Bebas Hambatan Silahkan Ganti Nama atau Warga Negara: Catatan dari Singapura (6)

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1334974661694768972

[caption id="attachment_175978" align="aligncenter" width="360" caption="Bandara Changi Singapura"][/caption]

Di dalam pesawat Lufthansa yang membawa ku ke Singapura kebetulan saya berkenalan dengan seorang pria setengah baya. Kelihatannya beliau cukup sering pulang balik ke Singapura dan akhirnya karena tujuan kita berdekatan, kita sepakat untuk sharing taksi sesampainya di Bandara Changi nanti. Kebetulan hari sudah cukup larut malam sehingga saya malas naik MRT. Lagi pula saya bisa menumpang gratis nih, fikir saya dalam hati.

Pesawat pun kemudian mendarat dan seluruh penumpang baik yang turun di Singapura maupun yang melanjutkan perjalanannya ke Munich bergegas meninggalkan pesawat. Sebagaimana biasa, antrian di imigrasi Singapura tidak pernah ramai. Suatu bukti keefisienan dan kecepatan pelayanan di salah satu Bandara tersibuk di Asia ini.

Saya pun berjanji menunggu pria tadi di tempat pengambilan bagasi. Namun setelah menunggu sekitar  sepuluh menit barulah beliau kelihatan batang hidungnya. Akhirnya kami pun berjalan santai melewati bea cukai dan menuju antrian taksi.

“Setiap kali ke Singapura, saya harus ditahan dulu selama sekitar sepuluh menit”, tiba-tiba saja dia bercerita tanpa saya tanya kenapa dia yang tadinya antri di belakang saya ternyata sangat lama melewati pemeriksaan imigrasi.

Akhirnya dia pun bercerita, bahwa sudah lebih dari satu tahun ini, nama beliau termasuk dalam “black list” orang yang dicegah masuk ke negri singa ini. Akibatnya setiap antri di kounter imigrasi, maka sang petugas yang mula-mula sangat ramah, kemudian sedikit terkejut, dan akhir memanggil petugas yang lain untuk menggiringnya ke bagian di terminal kedatangan.

Di tempat ini, biasanya dia di suruh menunggu sebentar sementara petugas akan memerikasa data dan identitasnya secara lebih rinci. Kadang-kadang petugas pun mengadakan sedikit wawancara, atau sekedar menanyakan tujuan kunjungan ke Singapura atau ada pulayang menanyakan pekerjaan dan bahkan meminta tiket balik ke Indonesia. Namun ada pula  yang tidak bertanya apa-apa.

Pernah dia iseng menanyakan penyebabnya, ternyata namanya memang persis sama dengan orang yang dianggap berbahaya. Sehingga hanya penelitian data lebih lanjut seperti tempat dan tanggal lahir yang ternyata berbeda menyebabkan dia tetap diperbolehkan masuk ke negri Paman Lee ini. Namun dia juga kemudian sempat bertanya lagi pada proses yang sama untuk yang ke sekian kalinya. Kalau memang sudah terbukti, bahwa dia bukan lah orang yang dimaksud, apakah ada cara untuk menghindari pemeriksaan dan proses yang sedikit kurang nyaman ini.?

“You have to change your name or even change your nationality”, demikian jawab petugas itu dengan serius yang mengakibatkan beliau tidak berani lagi bertanya. Saya tidak dapat habis berfikir, kenapa di jaman yang canggih ini, data orang yang memang termasuk dalam daftar hitam suatu negara tidak dapat ditampilkan dengan lengkap di kounter imigrasi. Sehingga puluhan orang dengan nama yang sama harus mengalamisedikit ketidaknyamanan di Bandara secanggih Changi di Singapura ini.

Sambil tersenyum, pria tadi terus bercerita bahwa walau bagaimana pun , dia tetap merasa nyaman berkunjung ke Singapura dan menghargai peraturan karena selama ini para petugas di Singapura memang terkenal sangat disiplin.Mereka hanya menjalankan tugas dan mereka pun melaksanakan tugasnya dengan sopan dan baik. “Selama saya diperlakukan dengan baik dan sopan, rugi waktu sedikit tidak mengapa”, jawabnya sambil tersenyum ketika saya turun lebih dahulu di sebuah halte di tepi jalan dan beliau melanjutkan perjalanan dengan taksi menuju hotel.

Sebuah pertemuan singkat yang memperkaya jiwa tentang kedisiplinan dan rasa hormat. Sayangnya, saya tidak sempat menanyakan nama paman tadi dan dia pun yang selalu memanggil saya dengan sebuta “dik” juga belum mengenal nama saya. Namun benar seperti dugaan saya. Kali ini saya dapat naik taksi dari Bandara dengan gratis.!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline