Lihat ke Halaman Asli

Inovasi Pendidikan di Indonesia Mestinya Selaras dengan Kebudayaan

Diperbarui: 24 Juni 2015   16:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Undang-undang Dasar mengamanatkan urusan pendidikan untuk warga berada di pundak pemerintah. Ketentuan ini belum berubah, sejak ditetapkan sebagai salah satu dasar Negara. Kecuali beberapa perubahan seperti Undang-undang dasar sementara, karena peristiwa politik. Namun intinya tetap sama, meski berubah hanya sementara. Toh…. Saat itu, pendidikan belum begitu mendapat perhatian yang besar.

Masyarakat juga diberi kebebasan untuk menyelenggarakan pendidikan sesuai dengan visi dan misi mereka. Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan yang dikelola oleh perorangan maupun organisasi kemasyarakatan. Itupun hanya sebatas pada tujuan pondok pesanteren itu sendiri. Sehingga tidak heran, bila pesantren satu dengan lainnya memiliki visi dan misi yang tidak sama. Ketergantungan pada pengasuh (Kyai atau ustad) masih sangat kental. Sehingga model pendidikanpun sesuai dengan latar belakang pendidikan  Kyai yang bersangkutan.

Tahun pun bergulir. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk memperoleh pendidikan, menjadikan pemerintah terpacu untuk membenahi penyelenggaraan pendidikan. Muncullah kebijakan-kebijakan yang mendukung perkembangan pendidikan. Salah satu upaya yang tempuh dengan menyamaratakan model pendidikan. Lahirnya kurikulum, sistim ujian nasional, penyamarataan saran dan prasarana adalah beberapa contoh keinginan pemerintah dalam upaya pemerataan pendidikan.

Inovasi pembelajaran dikembangkan lewat penelitian, studi kasus, hasil prestasi siswa yang dituangkan dalam nilai unas. Berbagai macam pelatihan digalakkan yang melibatkan kepala sekolah, tenaga kependidikan sampai dengan karyawan. Biaya pendidikan diperbesar yang bersumber dari APBN untuk menampung anak usia sekolah.

Dari beberapa misi yang dibidik pemerintah, tampaknya tingkat keberhasilannya belum memuaskan. Beberapa kalangan malah menyebutkan gagal. Namun penilaian berhasil atau gagal, jarang sekali dievaluasi sampai pada dasar permasalahan. Mungkin karena karena telah memiliki senjata “pemerataan”, semuanya menjadi disama ratakan. Pemerintah lupa, bahwa pendidikan tidak mungkin akan lepas dari sistim sosial setempat, kebudayaan yang berlaku di daerah. Inilah salah satu sebab inovasi pendidikan tidak berjalan sesuai dengan rencana.

Inovasi pendidikan yang berasal dari luar, dan disadur tanpa seleksi yang ketat menambah kerunyaman dalam pengelolaan pendidikan. Masih banyak kalangan pendidik yang masih gamang dengan perkembangan teknologi. Masih banyak sekolah yang mempertahankan pola pembelajaran “pengekangan kreativitas siswa”. Sementara, masyarakat sendiri kurang beitu peduli tentang keberadaan sekolah.

Permasalah ini dapat dijembatani dengan kreatifitas guru. Sebab, pemangku kepentingan (Dinas Pendidikan) juga tidak salah. Mereka menjalankan roda birokrasi sesuai dengan aturan yang berlaku. Sementara peraturannya sendiri, kurang familier dengan masyarakat setempat. Kreatifitas guru sangat dibutuhkan demi kelangsungan inovasi pendidikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline