Lihat ke Halaman Asli

Seleksi Bacaan Kitab Suci

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13470834358689703

[caption id="attachment_211103" align="aligncenter" width="448" caption="dokumen pribadi"][/caption]

Tiga hari setelah masuk pelajaran baru, sekolah libur lagi yaitu menjelang ramadhan 1433 H. Pada bulan ramadhan, pelajaran menghindari materi yang menguras tenaga. Diusahakan, agar setiap materi pelajaran dihubungkan dengan keimanan dan ketaqwaan. Jam pelajaranpun dikurangi hampir separo. Kegiatan evaluasi ditiadakan. Praktis pada bulan ramadhan seakan hanya formalitas.

Salah satu kegiatan non kurikuler yang wajib diikuti siswa adalah membaca al qur’an dengan benar. Terutama ditinjau dari sisi tajwid. Waktu pelaksanaan setelah pembelajaran usai.

Setelah lebaran berangsur surut dari aktifitas masyarakat, pelajaranpun telah berjalan beberapa hari, kegiatan siswa akan segera dimulai terutama ekstra kurikuler dan ko kurikuler. Penggunaan kelas dan ruang penunjang lain segera berlalu lalang dan sedikit hingar binger.

Tahun ini, dari bagian keagamaan bertekad agar siswa dapat membaca al qur’an dengan benar sesuai tajwid. Hal pertama yang dilakukan adalah menyeleksi calon pembimbing.  Hal ini dilakukan karena setelah dievaluasi, ada laporan dari guru agama terutama bidang al qur’an, masih banyak ditemukan cara membaca al qur’an kurang benar.

Semua guru dan karyawan wajib mengikuti seleksi. Nantinya akan ditemukan orang yang benar-benar kompetensi dalam membimbing. Selama beberapa tahun yang lalu, pembimbing hanya berdasarkan pada siapa yang mau dan hubungan kedekatan (koncoisme). Berarti selama ini, hasil lulusan siswa dalam bidang membaca al qur’an masih belum benar atau apa adanya.

Dengan dibimbing langsung oleh kepala sekolah, seleksi berjalan seperti yang diprediksikan. Masih banyak ditemukan calon pembimbing cara membaca al qur’an belum benar. Namun dengan sikap terbuka, calon pembimbing mengakui kekurangan dan berharap kepada sekolah agar dilakukan pelatihan khusus guru dan karyawan. Dengan sabar, Kepala Sekolah, yang dulu mengenyam pendidikan di SGA (Sekolah Guru Agama) dan sempat beberapa tahun mengenyam di pondok pesantren, satu demi satu diluruskan cara membacanya.

Memang benar kata pepatah “lebih baik terlambat dari pada salah terus”. Itulah yang kami alami. Syaratnya cuma satu, mau mengakui dan tidak gengsi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline