Lihat ke Halaman Asli

Pengajian dengan Metode Wawancara

Diperbarui: 26 Juni 2015   02:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Demam buka bersama (buber) ternyata merambah siapa saja. Asal memiliki komunitas, punya uang untuk patungan (syukur bila ada yang traktir), dan bermodalkan wajah lapar.

Buka bersama yang sekarang menjadi tradisi, telah membuka peluang dalam bidang kuliner. Tiba-tiba lapangan pekerjaan menjadi lebih terbuka, lebih lebar. Pusat jajanan tidak terkonsentrasi di pasar atau warung saja, di pinggir jalan beralih fungsi menjadi kuliner tiban. Orang yang terlibat langsung tak perlu keahlian khusus masak-memasak. Seketika jalanan menjadi area cat walk untuk mondar-mandir menjajakan jajanan. Mengenai rasa, itu nomor lima. Yang penting penampilan.

Suatu ketika, di sore hari, tiba-tiba kelasku mengadakan buka bersama. Tempatnya cukup keren di sebuah bilangan cafe. Saya sendiri (sebagai wali kelas) tidak terlibat dalam langsung dalam perencanaan. Setahuku anak-anak mengundang untuk buka bersama. tapi mereka bilang belum menghubungi ustadz. Karena mendadak, saya menghubungi salah satu mantan muridku yang kebetulan sekarang menjadi guru agama.

Sebelum buka bersama, tentu ada tausiyah. Saya cukup kaget karena metode yang disampaikan memakai teknik wawancara atau tanya jawab langsung. Belakangan saya baru tahu, kalau metode ceramah, pendengar akan ngantuk, dan mungkin tema yang disampaikan hampir sama dengan ceramah di masjid pada umumnya. Bosan.

Teknik ini ternyata ampuh. Lebih hidup, peserta berperan aktif. Karena peserta dan nara sumber dalam posisi yang sejajar. Bahkan ada beberapa pertanyaan yang sedikit melenceng dari tema. Justru itulah menambah warna pengajian.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline