Lihat ke Halaman Asli

Belajar Sejarah (1)

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[caption id="attachment_108017" align="aligncenter" width="623" caption="kisah mesir kuno (casualcutie.com)"][/caption] Jangan sekali-kali melupakan sejarah, demikian presiden Soekarno berwasiat. Sejarah merupakan gambaran dari kehidupan masyarakat masa lampau, yang dapat dijadikan pelajaran untuk berkarya hari ini dan menatap masa depan. Dengan mengetahui sejarah, kita akan mendapatkan data, mengapa peristiwa tersebut bisa terjadi. Ibnu Khaldun (1332 - 1406) dengan cerdik memberikan gambaran bahwa sejarah adalah perubahan budaya. Bagaimana sebuah bangsa dapat meraih prestasi nan gemilang, serta bagaimana sebuah kerajaan dengan tanda-tanda tertentu bisa terpuruk. Mempelajari kebudayaan dalam sebuah masyarat, dalam kurun waktu tertentu akan dapat kita kail sebuah pembelajaran manajemen tata kehidupan bermasyarakat. Herodetus (484 - 425) yang dianggap sebagai "Bapak Sejarah" memberi kesimpulan bahwa sejarah tidak berkembang ke arah masa depan dengan tujuan pasti, melainkan bergerak seperti garis lingkaran yang tinggi rendahnya diakibatkan oleh keadaan manusia. Artinya bahwa perilaku kehidupan manusia akan selalu berulang sebagaimana sebuah roda. Kalimat ini mengisaratkan bahwa bila suatu kaum/bangsa ingin menghendaki sebuah masyarakat yang makmur dan berjaya, maka pelajarilah sebuah bangsa pada masa lalu yang telah mencapai pada taraf kegemilangan. Apabila sebagian masyarakat yang menghendaki agar sebuah bangsa seperti pada era kerajaan, maka pelajarilah upaya-upaya bagaimana sebuah kerajaan dapat berdiri dengan megah dan mencapai kebudayaan yang agung. Sejarah memberikan informasi kepada kita, bahwa apapun dapat kita capai, asalkan dengan mempelajari sejarah. Semua dapat belajar sejarah tanpa kecuali. Dari sejarah pulalah hikmah-hikmah kehidupan dapat kita petik. Ilmu sejarah yang kita dapatkan di bangku sekolah masih sarat dengan data yang statis. Nama sebuah tempat, nama orang, tahun kejadian, kapan peristiwa itu berlangsung. Jarang kita temui seorang guru memberikan pelajaran sejarah dengan sebuah metode "bagaimana peristiwa itu timbul". Ciri-ciri apakah yang menyebabkan kejadian itu bisa terjadi. Bila sejarah diajarkan dengan cara memberikan data yang statis, akan identik bahwa sejarah sama dengan hafalan Sejarah dapat disampaikan oleh siapapun, tak harus yang berlatar belakang guru sejarah. Fisikawan bisa pula menyampaikan sejarah mesir kuno, karena saat itu sudah ada teknologi yang canggih. Berdirinya pyramid, spynk, atau pengawetan tubuh jenazah. Seorang ekonom dapat pula menyampaikan materi sejarah kemasyhuran dinasti china, karena disana sudah ada transaksi keuangan. Sebaliknya sejarawan bisa pula menyampaikan pelajaran tentang sastra. Bagimana sebuah sastra jawa berkembang sehingga orang luar negeri berbondong-bondong belajar tentang sastra jawa. Pesan apa yang terkandung dalam pangkur, megatruh, kinanti dll, meskipun diungkap kulitnya saja. Mempelajari sejarah akan banyak manfaat yang dapat kita peroleh. Sebagai peristiwa, kita bisa mengetahui kejadian masa lampau. Kejadian itu hanya sekali, tak mungkin terulang lagi. Namun kejadian itu bisa dijadikan hikmah. Sejarah sebagai Ilmu. Ilmu memiliki kaidah atau standar tertentu. Tidak berdasarkan dongeng atau legenda. Sejarah bisa diketahui keontetikannya hanya dengan metode tertentu. Dengan mengetahui sejarah yang telah dihiasi dengan ilmu, maka dapat dijadikan rujukan untuk karya ilmiah, yang kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline