Lihat ke Halaman Asli

Kepribadian Hampir Tak Pernah Berubah

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dalam sebulan ini saya berkesempatan bersua dengan mantan siswa saya dari angkatan alumni yang berbeda-beda. Sungguh senang saya bisa bertemu dengan mereka setelah puluhan tahun berpisah.

Ada banyak ragam yang saya jumpai, baik wajah, badan yang semakin kekar dan semampai, profesi yang digeluti tiap hari, sampai pada status keluarga maupun pendidikan terakhir. Walaupun dahulu mereka datang ke sekolah dengan kondisi yang nyaris sama, namun sekarang sudah menjadi kepribadian masing-masing.

Dulu, saat saya masih bertatap muka langsung dengan mereka, saya sedikit mengetahui dengan persis watak dan tingkah laku mereka. Umur yang hampir seragam, tingkah polah yang hampir mirip, beraninya hanya saat bergerombol, senengnya tidak karuan bila mendengar pengumuman libur atau pulang pagi, namun kepribadian masing-masing siswa sebenarnya berlainan. Sampai saat inipun kepribadian mereka masih melekat, sekalipun ada satu atau dua orang yang berubah cukup drastis.

Setelah saya amati sekilas yaitu pada waktu mereka masih duduk di bangku sekolah dengan keadaan sekarang ini, ada beberapa catatan yang perlu saya ungkapkan.

1.Trampil Berpikir

Sebagaimana pelajaran yang saya ampu yaitu matematika, pelajaran yang memang lebih cenderung menekankan kerangka berfikir nalar. Logika yang dibangun harus runtut. Disinilah aktifitas yang menuntut adanya ketrampilan berpikir yang cepat dan tepat. Cepat dalam arti sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku dalam matematika, cepat dalam perhitungan, dan tepat sesuai dengan pernyataan.

Siswa yang mampu trampil dalam berpikir, lebih cepat membaca peluang. Sejak lulus dari SMP ia bisa memilih pendidikan berikutnya sesuai dengan kemampuan dan prospek masa depan. Setelah tamat SMA ia mampu membaca peta perguruan tinggi. Demikian pula waktu memasuki dunia kerja, ia juga lolos dari persaingan yang ketat. Meraih peluang bukan berarti asal maju, tapi meraih peluang penuh dengan perhitungan.

2.Berani Berbeda

Sampai saat ini masih sangat sedikit saya menjumpai siswa yang berani berbeda. Apa karena memang kesukaan mereka masih senang bergerombol ataukah masih takut untuk mengemukakan pendapat. Ataukah memang model pembelajarannya masih mengandalkan pola lama, yaitu menjadikan guru sebagai satu-satunya sumber belajar. Namun dari yang sedikit itu, sekarang baru terlihat hasilnya, bahwa mereka yang berani berbeda, ternyata lebih menikmati profesinya. Inilah keuntungan cara berpikir dalam hidup yang semakin beragam. Membangun karakter ternyata perlu ketahanan mental yang kuat. Saat orang lain berbondong-bondong ke selatan, ia malah berjalan berkebalikan. Menjadi wiraswasta ternyata menjadi pilihan yang tepat. Mendirikan EO (event organization) adalah pilihan yang lain. Sikap kemandirian sangat jelas.

3.Disiplin dan Tanggung Jawab

Tipe ini adalah sangat cocok untuk siswa yang tidak pernah dipanggil BP (Bimbingan dan Penyuluhan). Siswa dengan takzim mengikuti peraturan yang berlaku disekolah. Baginya dipanggil BP adalah haram dan malu. Sekalipun sebenarnya BP tidak hanya menangani anak yang indisipliner, tetapi bimbingan untuk meraih cita-cita juga menjadi bidang garapan BP.

Dengan disiplin dan tanggung jawab yang kuat, ternyata mereka lancar-lancar saja dalam mengarungi perjalanan hidup. Tak menonjol amat juga tidak terpuruk. Bila boleh saya menggolongkan dalam katagori perekonomian, mereka ini termasuk kelompok ekonomi menengah. Negara yang stabil ditopang oleh kelompok ekonomi menengah.

salam affandi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline