Memotivasi anak agar senang dan bisa menikmati belajar bukan pekerjaan yang mudah.Bagi anak secara alamiah sudah senang belajar, tinggal memberi rangsangan agar ketercapaian dalam memperoleh hasil belajar lebih optimal. Sebagian siswa lain yang mengalami masalah motivasi belajar, seorang guru akan menemui kesulitan.
Untuk memperoleh gambaran bahwa siswa telah siap menerima materi pelajaran, seorang guru dituntut untuk berbuat kreatif. Bisa membuat ritme suasana kelas. Ia harus berbuat sesuatu kala kelas tidak bergairah, dan bisa mengendalikan jika suasana kelas ramai. Bila pengajar menyampaikan dengan cara monoton, dan dilakukan berulang-ulang dari tahun ke tahun, tidak heran siswa akan merasa jenuh, bosan. Boleh jadi, siswa tak punya gairah pada waktu mempersiapkan buku pelajaran untuk esok hari.
Dalam proses belajar di kelas, istilah apersepsi dilakukan oleh guru pada menit-menit awal memulai pelajaran. Banyak macam yang bisa dilakukan. Inilah sebenarnya detik-detik yang krusial bagi seorang pendidik. Karena dengan apersepsi yang baik, akan menimbulkan minat belajar siswa jadi bergairah.
Saya teringat beberapa tahun yang lalu waktu masih duduk di bangku SMA. Dalam suatu kegiatan training yang dibimbing oleh senior, dan kelak saya jadi tahu karena tahun berikutnya menjadi senior, ada 2 macam cara untuk memasukkan ilmu kepada audien agar supaya cepat paham.
Pertama ada istilah “mental back down”. Cara ini sering dipakai militer dalam membentuk karakter. Instruktur akan beradegan marah-marah, mencari kesalahan peserta. Suasana ruangan dibuat agak mencekam. Peserta dibuat takut. Disaat takut itulah, otak menjadi kosong dan biasanya fokus. Materi training menjadi lebih mudah dicerna oleh peserta.
memiliki kesan. Itu dulu. Sekarang, anak dibentak-bentak akan lari. Cara ini hanya disarankan pada momen tertentu saja. Tidak baik untuk menyampaikan pelajaran yang sifatnya terus menerus.
Kedua mensyaratkan ruangan dalam keadaan ramai. Pembicaraannya tak beraturan. Kalimat satu dengan yang lain tidak ada hubungannya sama sekali. Instruktur bertanya kepada salah satu peserta, namun jawabannya yang bisa mengembang. Artinya jawabannya tidak tunggal. Akan lebih baik yang jika mengarah ke pendapat pribadi. Karena pendapat, maka isinyapun bermacam-macam. Pro dan kontra pastilah terjadi. Inilah sebenarnya suasana ruangan yang diinginkan oleh senior. Semakin tidak beraturan arah pembicaraan, semakin baik. Pada saat ribut karena adu argumen pendapat, masuklah isi materi training. Yang tadi bicaranya tidak karuan, sekarang hanya seorang yang berbicara. Bahan pembicaraan akan lebih mudah diterima. Metode ini dapat diterapkan dalam model pembelajaran dalam kurun waktu tertentu saja.
Ketiga bertindak sebagai juru warta. Syarat utamanya adalah sering membaca. Dan itulah semestinya yang dilakukan seorang pendidik. Koleksi perpustakaan pribadi harus terhias disalah satu sudut ruangan rumah. Akses internet harus menjadi salah satu agenda utama harian.Bidang studi apapun, saat mengawali pelajaran guru memberi informasi. Sekalipun tidak ada hubungannya sama sekali dengan materi pelajaran. Diusahakan lebih cepat dari pada siswanya.
Benarkah sekarang siswa lebih cepat menerima berita dari pada guru?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H