Dalam sebuah komunitas yang bernama sekolah ada sub kelompok kecil yang dinamakan guru. Dari dulu, guru menjadi kelompok yang dominan. Karena penelitian mengatakan bahwa 76,6% proses pembelajaran di sekolah didominasi oleh guru (Nana Sudjana). Inilah satu sebab yang oleh banyak pengamat pendidikan di Indonesia berjalan stagnan atau malah semakin menurun. Meski kebijakan tentang pendidikan telah berganti-ganti, dalam realisasi guru masih memberi warna dalam aktifitas di sekolah. KTSP dan Kurikulum 2013 memberi ruang peran guru semakin sempit. Sebaliknya peran siswa dan orang tua diperlonggar. Area pengikisan peran guru bukan berarti semakin berkurang dalam kegiatan belajar. Kurikulum 2013 memberi amanat agar guru menjadi figur pembimbing, atau moderator. Kegiatan siswa dioptimalkan. Kebijakan model ini memberi persepsi yang berbeda-beda dari masing-masing guru. Menerima dengan antusias, pasrah setengah menggerutu, atau menolak dengan asumsi bahwa kegiatan administrasi guru semakin ribet, tidak bisa lagi mencuri waktu untuk pekerjaan sampingan. Ketiga katagori tersebut, setelah dihitung dengan teliti, ternyata umur tidak berpengaruh. Ada beberapa generasi tua yang masih semangat dengan kebijakan baru yang lebih mementingkan proses dan hasil akhir. Mereka optimis dengan ditemukannnya model-model terkini untuk membangkitkan semangat belajar. Tidak sedikit ditemukan generasi muda yang lunglai menghadapi pekerjaan yang menyita waktu hanya untuk proses pemelajaran. Semangat idealisme yang masih hangat dari bangku kuliah buyar tersirami dengan tersitanya energi untuk kegiatan sekolah. Bila ditelusuri lebih jauh, ternyata indikator niat menjadi factor penentu dalam mengembalikan tujuan mulia pendidikan dan pemelajaran di sekolah. Meskipun salah satu syarat penerimaan menjadi guru adalah ingin mengajar dengan sungguh-sungguh, namun faktor itu tidak menjamin. Karena sifatnya masih tertulis (legal formal), peminat untuk menjadi guru ternyata cukup banyak sehingga harus diseleksi, ada beberapa yang bukan berasal dari jurusan pendidikan meski telah memiliki akta 4. Pengaruh kompetensi kepribadian dan kompetensi sosial juga berperan penting. Tanpa menyampingkan kompetensi pedagohik dan professional. Guru yang berlatar belakang atau memiliki pengalaman dalam aktifitas sosial lebih cepat beradaptasi dan lebih cepat mampu menyelesaikan masalah yang dihadapi di kelas atau sekolah. Tua atau muda tidak berpengaruh. Golongan muda yang aktif di kampus atau di masyarakat cukup banyak. Sementara kelompok tua yang tidak memiliki aktifitas di masyarakat juga tidak sedikit. Jadi umur tidak berpengaruh secara signifikan dalam peningkatan kualitas pendidikan dari sudut pendidik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H