Lihat ke Halaman Asli

Komunikasi dengan Hati

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13992573651554170981

[caption id="attachment_334766" align="aligncenter" width="406" caption="dokumen pribadi"][/caption]

Dua hari menjelang pelaksanaan Ujian Nasional (Unas), di sekolahku terjadi bisik-bisik. Hal yang lumrah dalam sebuah organisasi. Menyatukan wawasan, program dan tujuan dari beberapa orang sebenarnya pekerjaan yang mustahil. Karena tiap orang memiliki pandangan yang berbeda, bila menyangkut pekerjaan teknis. Jadi bisik-bisik, atau rapat komisi tak perlu dihiraukan selama keputusan sudah disepakati bersama.

Dua orang rekanku, yang kebetulan staff, yang kebetulan juga menjadi anggota tim pelaksanaan Unas. Hasil obrolan mereka berdia berhasil kurekam. Isinya rencana kebijakan teknis yang akan dilakukan oleh mereka berdua sudah mendapat perlawanan dari calon anak buahnya. Perlawanan ini tentu saja bisik-bisik juga. Tak mungkin diuraikan dalam rapat. Memalukan. Tema tetep sama, UUD (ujung-ujungnya duit)

Dikatakan oleh calon anak buahnya, bahwa pelaksanaan unas tahun ini bakalan kering. Perlu diingat bahwa sehari sebelumnya terjadi hujan lebat. Airnya melimpah. Bahkan dibeberapa sudut terjadi genangan. Mereka telah memprediksa dengan jitu isi amplop kelak yang mereka terima. Padahal bukan dukun.

Sebenarnya mudah untuk menebak permasalahan ini. Uang ujung pangkalnya. Tapi sebenarnya bisa disikapi untuk meredam topik yang selalu hangat. Intinya di komunikasi. Bila saja mereka yang bakalan bertikai telah terbiasa melakukan komunikasi yang sehat, mungkin tak akan muncul istilah "kering".

Komunikasi yang sehat, menurut saya untuk kasus ini terletak pada manusia dan cara penyampaian.

Dalam sebuah organisasi pasti ada struktur. Bagan ini dibuat agar pekerjaan bisa dilakukan sesuai dengan ahlinya atau penanggung jawabnya. Menjadi atasan dan bawahan tidak bisa dihindari. Tidak mungkin semua orang menjadi atasan, atau seluruhnya bawahan. Kalau itu terjadi, siapa yang mendelegasikan tugas? siapa yang mengkoordinir? Sudah semestinya ada pembagian tugas.

Orang yang dapat menyesuaikan diri tidak akan canggung memfungsikan diri sebagai atasan atau bawahan. Dia tahu kapan berperan menjadi ketua tim, kapan menjadi bagian dari tim. Orang yang "sok" berkuasa, meskipun secara struktur memang berkuasa, di mata anak buah tidak ada harganya. Ia kan selalu dicibir disaat tidak berada di tempat. Bahkan menjadi bahan olok-olok.

Mestinya sebagai manusia dalam sebuah komunitas hendaknya berperilaku sederajad dengan yang lain. Ia mampu berbaur, dan berkomunikasi dengan bahasa bawahan. Memberi solusi saat menemui pekerjaan yang sulit.

Komunikasi juga memegang peranan yang sangat penting. Berkomunikasi tidak hanya sekedar menyampaikan pesan. Melakukan komunikasi harus mengandung ruh, agar lawan bicara bisa menerima dengan sepenuh hati. Dalam diri orang-orang tertentu, kemampuan melakukan komunikasi melebihi pesan biasa. Pesan yang disampaikan menjadi motivasi.

Ada cara yang jitu bila ingin menjadi komukator yang bisa diterima orang lain. Masuklah ke dalam komunitas yang hendak dituju. Kasus teman saya, mestinya beliau berdua menjadi bagian dari bawahan dalam setiap kesempatan. Dengan masuk ke dunia mereka, kita bisa mengetahui apa yang jadi keinginannya. Saya yakin, bahwa mereka ingin dihargai meski tanpa "fulus"




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline