Lihat ke Halaman Asli

Gagasan A.V Dicey tentang Rule of Law

Diperbarui: 4 April 2017   17:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemunculan para ahli dari Plato, Aristoteles, dan banyak filsuf lainnya yang melahirkan ide besar tentang Negara telah mempengaruhi negara-negara diberbagai belahan dunia. Dan kita juga tidak bisa melupakan gagasan besar yang akhirnya dianut oleh mayoritas negara, ketika Era Inggris Modern memunculkan sosok Albert V Dincey, dengan bukunya Introduction To The Study Of The Law Of Constitution. Dan melahirkan gagasan tentang Rule of Law. Yang mengingatkan kita ke era klasik Aristoteles.

The Rule Of Law adalah satu konsep yang dikemukakan oleh seorang A.V. Dicey pada tahun 1885 yang ditulis dalam sebuah buku berjudul Introduction To The Study Of The Law Of  Constitution. Sejak itulah The Rule Of Law mulai menjadi bahan kajian dalam pengembangan negara hukum, bahkan menyebar ke setiap negara yang memiliki sistem berbeda-beda.

konsep Dicey tersebut yang intinya bahwa The Rule Of Law mengandung tiga unsur penting, yaitu:

  • Supremacy Of Law
  • Equality Before The Law
  • Constitution Based On Human Rights

Supremacy Of Law mengandung arti bahwa tidak ada kekuasaan yang sewenang-wenang, baik rakyat yang diperintah maupun raja yang memerintah. Kedua-duanya tunduk pada hukum. Prinsip ini menempatkan hukum dalam kedudukan sebagai panglima. hukum harus dijadikan sebagai alat untuk membenarkan kekuasaan, termasuk membatasi kekuasaan itu. Jadi yang berkuasa, berdaulat dan supreme adalah hukum bukan kekuasaan.

Supremasi hukum ini dapat dikatakan bersifat sama dengan ajaran yang dikemukakan Krabbe tentang teori kedaulatan hukum, teori yang menentang ajaran staats souvereiniteit yang umumnya dianut oleh pemikir-pemikir kenegaraan Jerman.

Perwujudan prinsip supremasi hukum di negara-negara Anglo Saxon agak sedikit berbeda dengan apa yang terjadi di negara-negara Eropa Kontinental yang menganut konsep rechtstaats. Supremasi hukum menurut konsep negara hukum adalah menempatkan negara sebagai subyek hukum, sehingga konsekuensi hukumnya dapat dituntut di pengadilan. Sementara di Negara Anglo Saxon tidaklah demikian, supremasi hukum menurut konsep Rule Of Law, tidak menempatkan sebagai subyek hukum. Negara dalam konsep ini tidak dapat berbuat salah, sehingga konsekuensinya tidak dapat mempertanggungjawabkan sesuatu di pengadilan.

Equality Before The Law, mengartikan bahwa semua warga negara tunduk selaku pribadi maupun kualifikasinya. Dan sebagai pejabat negara tunduk pada hukum yang sama dan diadili di pengadilan biasa yang sama. Jadi setiap warga negara sama kedudukannya dihadapan hukum. Penguasa maupun warga negara bisa. Apabila melakukan perbuatan melanggar hukum, maka akan diadili menurut aturan Common Law dan di pengadilan biasa.

Equality Before The Law yang dikemukakan oleh Dicey adalah dilatar belakangi adanya suatu realitas pada saat itu di Inggris, yang dia lihat sangat baik dan ia bermaksud memberikan kritikan pada situasi saat itu terhadap Perancis  yang pemerintahannya memperlakukan perbedaan antara pejabat negara dengan rakyat biasa.

Di Inggris tidak mengenal pengadilan khusus bagi pejabat negara yang melanggar hukum, seperti yang tidak diakui di sistem Eropa Kontinental berupa pengadilan administrasi atau seperti di Indonesia berwujud Peradilan Tata Usaha Negara dengan dikuatkan oleh Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 sebagaimana perubahan Undang-Undang No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Pandangan rakyat Inggris tak terkecuali the man in the street, Common Law adalah suatu kebanggaan. Sifat yang konsisten terhadap mono system peradilan, yakni peradilan umum yang berpuncak di Supreme Court, jika di Indonesia semacam Mahkamah Agung. Namun bagi mereka tidak mengenal adanya perbedaan perkara, semua perkara tunduk pada satu sistem peradilan.

Unsur Constitution Based on Human Rights jika dipahami mengandung arti adanya suatu Undang-Undang Dasar yang biasa disebut dengan konstitusi. Konstitusi disini bukan berarti merupakan sumber akan hak-hak asasi manusia melainkan indikator-indikator dari hak-hak asasi manusia itulah yang ditanamkan dalam sebuah konstitusi, secara harfiah dapat dikatakan bahwa apa yang telah dituangkan ke dalam konstitusi itu haruslah dilindungi keberadaannya.

Di Inggris hak-hak asasi (the right to personal freedom, the right to freedom of discussion, dan the right to public meeting) dijamin dengan hukum-hukum biasa, kebiasaan ketatanegaraan ataupun dengan putusan hakim. Sedangkan Undang-Undang Dasarnya hanya merupakan generalisasi dari praktek ataupun kebiasaan yang sudah berlangsung, seperti halnya hak-hak kebebasan dalam Habeas Corpus Act, sesungguhnya telah ada sebelum Habeas Corpus Act diundangkan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline