Lihat ke Halaman Asli

Bu Menteri Puan, Inilah Menu Makan Malam Kami yang di Papua....

Diperbarui: 9 Februari 2016   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menu makan malam tadi malam memberi arti yang cukup penting untukku dan negeri ini sehingga berbagi di blog terasa sangat penting, lebih penting daripada memikirkan soal rencana temanku yang ingin membuka warung kopi tanpa “sianida” dan juga persoalan KMP yang bonyok karena tidak kuat jauh-jauh dari kekuasaan.

Kenapa ini lebih penting? Karena ini soal perut.

“Jangan menyepelekan masalah perut, karena ini bisa mengubah dunia dan juga bisa meruntuhkan sebuah rezim yang sedang berkuasa”.

Itu pesan orang-orang tua dahulu ketika aku masih kecil. Ini jauh lebih penting dari segalanya. Bahkan Nabi pun menyuruh untuk makan terlebih dahulu ketika rasa lapar dan waktu ibadah datang bersamaan, dengan catatan setelah makan langsung beribadah, jangan tidur!

Jadi, jangan heran ketika ada Kelompok preman yang berbalut ormas saling bunuh di banyak tempat karena perebutan lahan parkir yang ujung-ujungnya soal perut, jangan salahkan buruh demo karena itu ujung-ujungnya soal perut, meskipun sekarang ini soal pulsa data untuk internet juga sangat penting terutama bagi generasi alay karena pulsa data internet sudah jadi kebutuhan dasar saat ini. Yang lebih parah, menurut seorang temanku di Papua “separatisme itu sebenarnya hanya soal perut saja. Kalau semuanya kenyang negeri ini akan aman”. Jadi bagi-bagi kuenya harus merata dan sama banyak.

Tetapi tetap saja ada langit di atas langit, karena lebih mengerikan lagi menurut temanku yang lainnya (dia meminta namanya tidak dituliskan karena takut di maki-maki di medsos), korupsi di negeri ini juga soal perut. Karena gaji PNS yang terbatas sementara kebutuhan terus meningkat, solusinya Korupsi saja. Kalau kerupsinya sampai miliaran, itu yang koruptor makannya apa ya? Mungkin mereka makan “Ferari Bakar” dengan sambal “tomat berlian” dan minuman “jus alpukat mix dengan emas panas” terus sarapannya di Singapura, makan siang di Paris dan makan malamnya di rumah makan Padang di Pariaman, hehe....

Masalah perut memang sangat berat sampai-sampai Ibu Menteri Puan meminta rakyat Indonesia untuk mengurangi makan. Tujuannya mungkin menjaga stok beras agar tidak habis. Tetapi Ibu Menteri lupa, mengurangi porsi makanan itu sama dengan menyuruh rakyat Indonesia berhenti bekerja keras. Ingat, kerja paling berat dan mengeluarkan keringat paling banyak adalah makan. Ketika makan keringat bercucuran melebihi keringat yang keluar ketika lari 5 keliling lapangan sepak bola. Jadi, kalau makannya dikurangi, kerja keras juga berkurang, ini akan membuat masalah baru karena rakyat tidak produktif.

Di sisi lain, saran Ibu Menteri didukung oleh para pakar kesehatan. Mereka mengatakan, mengurangi makan itu adalah salah satu cara hidup paling sehat. Makanan adalah salah satu sumber penyakit. Karena pembunuh maling berbahaya di negeri ini adalah makanan, apalagi makanan Padang. Sehingga wajar salah satu rumah sakit khusus stroke yang paling laris berada di Bukittinggi, untuk mengimbangi jumlah rumah makan Padang yang enaknya bukan main.

Pakar kesehatan juga berpendapat bahwa makan terlalu banyak membuat tidak produktif, Karena jantung akan bekerja keras mengirim oksigen melalui darah ke organ pencernaan di wilayah perut. Jantung jadi lupa untuk memberikan oksigen ke otak. Sehingga pekerjaan yang paling menyenangkan bagi semua orang setelah selesai makan adalah tidur.

Namun ada satu masalah yang lebih besar lagi dibandingkan masalah makan, hal ini bisa membuat orang demo, marah, berkelahi dan bahkan mau saling pukul dengan pimpinannya, yaitu mengurangi jatah uang makan karyawan. Dunia bisa bergejolak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline