Lihat ke Halaman Asli

Peran dan Pengaruh Yahudi di Amerika

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tak ada satupun orang yang menyangsikan bahwa abad ke-20 adalah abadnya Amerika. Namun tak banyak orang yang tahu, dibalik keperkasaan negara adidaya itu ada kaum Yahudi yang memainkan perannya secara signifikan. US Census Bureau memperkirakan, pada tahun 2008 jumlah mereka hanya berkisar 6,5 juta jiwa, atau setara 2,2% dari populasi negara tersebut. Namun dari jumlah yang tak seberapa itu, mereka mampu mendominasi kegiatan ekonomi, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan. Tak hanya itu, lewat lobi-lobi mereka di parlemen dan Gedung Putih, kaum Yahudi ikut mengontrol kebijakan politik Amerika.

Kaum Yahudi mulai membanjiri Amerika Serikat sejak awal abad ke-19. Kebanyakan mereka datang dari Jerman, Inggris, dan Rusia. Dari Eropa mereka tak hanya membawa kultur dan kepandaian, namun juga modal dalam jumlah besar. Dari modal serta kepandaian inilah kemudian mereka mengembangkan bisnis di negeri Paman Sam. Kini, hampir semua lini bisnis di Amerika mereka kuasai. Terutama di bidang perbankan, pasar modal, teknologi informasi, media, film, dan retail.

Jonathan Silverman dalam artikelnya yang berjudul : Jewish Dominance of America - Facts Are Facts, menggambarkan bahwa keadaan Amerika di penghujung abad ke-20, tak ubahnya seperti Jerman pada tahun 1924. Silverman yang mengutip sejarawan Inggris Sir Arthur Bryant menyebutkan, bahwa pada tahun 1924 populasi Yahudi di Jerman hanya sebanyak 1%. Namun mereka mengontrol 57% perdagangan metal, 39% tekstil, dan 22% gandum. Serta dari 29 bioskop di Berlin, 23 dimiliki orang Yahudi. Dan dari 144 film yang beredar, 119 ditulis orang Yahudi dan 77 diproduksi oleh mereka. Selain itu, 1.200 dari 1.474 anggota bursa efek Jerman adalah perusahaan Yahudi, dan lebih dari separuh anggota Kamar Dagang Berlin dijabat oleh mereka.

Jaringan Bisnis dan Keuangan Yahudi

Sejak pertengahan abad ke-19 hingga saat ini, Yahudi masih menjadi pemeran utama dalam bidang keuangan Amerika. Sejarah keterlibatan mereka, bermula ketika para bankir Yahudi mendanai pembuatan kanal, rel kereta api, dan pembangunan infrastruktur lainnya. Mereka kemudian terlibat dalam pembentukan Bank Sentral Amerika dan pembiayaan Perang Pasifik. Hingga pertengahan abad ke-20, bankir-bankir Yahudi yang sebagian besar didanai oleh keluarga Rothschild, telah mengakuisisi berbagai perusahaan besar di Amerika. Kini hampir keseluruhan perusahaan keuangan di Wall Street dan elit-elit keuangan Amerika, dikuasai oleh kaum Yahudi. Mereka antara lain : Agustus Belmont, Philip Speyer, Jacob Schiff, Yusuf Seligman, George Soros, Filipus Lehman, Jules Bache, Samuel Sachs, dan Marcus Goldman.

Disamping sebagai praktisi, kaum Yahudi juga mendominasi jabatan-jabatan strategis di pemerintahan. Nama-nama seperti Alan Greenspan, Ben Bernanke, Robert Rubin, Emmanuel Goldenweiser, Harry Dexter White, dan Paul Warburg, merupakan tokoh-tokoh yang telah memainkan perannya dalam dunia keuangan Amerika. Lewat Bank Dunia dan IMF, ahli-ahli Yahudi tersebut tidak hanya mengangkangi negeri Paman Sam, namun juga telah mendikte dunia.

Selain keuangan, masyarakat Yahudi juga mendominasi bisnis hiburan. Lewat perusahaan-perusahaan seperti AOL-Time Warner, Viacom, Columbia Pictures, Paramount Pictures, 20th Century Fox, Universal Pictures, Walt Disney, Dreamworks, HBO, NBC Universal, Metro-Goldwyn-Mayer, CBS, dan Miramax, orang-orang Yahudi membentuk kultur pop khas Amerika. Budaya ini tak hanya diminati masyarakat Amerika saja, namun juga telah mempengaruhi kawula muda seantero dunia. Tak sedikit pula artis, entertainer, dan sutradara Hollywood, datang dari kalangan Yahudi. Diantaranya adalah Barbra Streisand, Leslie Howard, Stella Adler, Tanya Roberts, Steven Seagal, Paula Abdul, dan Steven Spielberg. Meskipun sebagian besar film yang dihasilkan berupa kekerasan dan pornografi, namun lewat festival-festival film yang mereka danai, bisnis ini terus menjadi sumber pemasukan utama kaum Yahudi. Lewat film-film pulalah, mereka menyebarkan pesan dan propagandanya ke seluruh dunia.

Satu lagi industri yang banyak digeluti bangsa Yahudi adalah teknologi informasi (IT). Mereka yang sedari kecil telah dilatih untuk memahami matematika, kini banyak memimpin dan mendirikan perusahaan-perusahaan IT terkemuka. Penemuan-penemuan mereka seperti komputer personal, jaringan internet, jejaring sosial, hingga belanja daring, telah mempengaruhi gaya hidup masyarakat dunia. Beberapa orang Yahudi yang cukup berpengaruh di bidang ini adalah : Steve Ballmer (CEO Microsoft), Sergey Brin dan Larry Page (pendiri Google), Mark Zuckerberg (pendiri Facebook), Michael Dell (pendiri Dell Computer), Lawrence Ellison (pendiri Oracle), dan Benjamin M. Rosen (pendiri Compaq).

Mengapa Yahudi Begitu Digdaya ?

Atas pencapaian dan pengaruh mereka, banyak orang yang bertanya-tanya : mengapa Yahudi bisa begitu digdaya? Seperti halnya bangsa lain di seluruh dunia, kemajuan suatu kaum ditentukan oleh kegigihan mereka dalam mengarungi kehidupan. Jika kita menengok pola hidup bangsa Yahudi, maka ada beberapa sifat mereka yang patut dikedepankan. Pertama, bangsa Yahudi merupakan sedikit dari kelompok masyarakat yang menyukai pendidikan. Di Amerika, selain orang-orang keturunan India, mereka merupakan etnis terbesar yang mengenyam pendidikan tinggi. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Pew Forum on Religion & Public Life, sebanyak 59% orang Yahudi mengenyam pendidikan tinggi. Mereka juga merupakan kelompok terbesar peraih Piala Nobel. Dimana sekitar 37% warga Amerika yang memenangkan piala tersebut adalah keturunan Yahudi.

Berikutnya yang menjadi sumber kemajuan bangsa ini ialah penghargaan terhadap kreativitas dan pekerjaan. Mereka merupakan kelompok etnis yang tak mau berdiam diri. Selalu ingin menciptakan dan menemukan hal-hal baru. Dengan begitu, maka sedikit sekali orang Yahudi yang hidup menganggur. Kegemaran dalam menciptakan sesuatu inilah yang menyebabkan mereka menjadi kelompok masyarakat dengan pendapatan per kapita tertinggi di Amerika. Dimana sekitar 46% orang Yahudi (19% rata-rata nasional), memiliki pendapatan minimal sebesar USD 100.000 per tahunnya.

Hidup hemat dan suka mengambil risiko, juga merupakan sifat Yahudi yang utama. Kelak dengan pola hidup inilah mereka bisa menjadi pengusaha-pengusaha sukses. Orang-orang Yahudi, juga dikenal sebagai kelompok yang taat beribadah. Mereka gemar menelaah isi Taurat dan Talmud. Dari kedua kitab inilah kemudian mereka menggali filosofi-filosofi kehidupan. Dibandingkan dengan gereja -- yang banyak kosong daripada terisi, sinagog di Amerika lebih banyak dikunjungi para jemaahnya. Hal ini menandakan besarnya minat mereka terhadap agama dan nilai-nilai ketuhanan.

Di samping hal positif di atas, banyak pula pendapat miring yang ditujukan kepada mereka. William G. Carr, salah seorang mantan intelijen Inggris mengungkapkan, dominannya Yahudi dalam dunia perdagangan dan keuangan, disebabkan oleh praktek curang yang mereka lakukan. Menurutnya, para pebisnis Yahudi kerap melakukan kartel terhadap industri yang mereka kuasai. Selain itu, mereka juga sering menjual barang dan menawarkan jasa dengan harga sangat murah. Aksi ini mereka lakukan, dengan tujuan untuk merusak harga pasar yang berlaku. Diskriminasi terhadap masyarakat non-Yahudi, juga merupakan faktor yang membuat mereka semakin dominan. Dalam hal pemberian kredit misalnya, sudah menjadi rahasia umum bahwa perusahaan keuangan Yahudi hanya mau mengucurkan pinjaman dalam jumlah besar kepada kolega-kolega mereka. Kalaupun ada masyarakat non-Yahudi yang dapat, maka akan dikenakan biaya bunga cukup tinggi.

Dominasi Yahudi dan Anti-Yahudi

Setelah sekian lama masyarakat Eropa mengubur dalam-dalam perasaan anti-Semit, dewasa ini gelombang anti-Yahudi mulai menggema kembali. Penyebabnya adalah dominasi Yahudi di berbagai sektor kehidupan masyarakat Amerika. Perhatian terbesar tentunya mengenai kontrol Yahudi terhadap media dan hiburan di negara tersebut. William Pierce dalam salah satu artikelnya yang berjudul The Destructive Media, menceritakan tentang kebobrokan perusahaan media dan hiburan milik Yahudi. Pierce mengatakan bahwa sebagian besar media-media Amerika yang dikuasai Yahudi itu, memiliki agenda tersembunyi. Mereka misalnya sering memainkan isu-isu rasial, dengan (pura-pura) berempati terhadap komunitas Afro-Amerika, Hispanik, atau Asia. Padahal menurut Pierce, lewat media-media mereka, Yahudi ingin menghancurkan "supremasi kulit putih" di negara multi-rasial itu. Dengan cara ini maka mereka bisa menguasai lembaga-lembaga, yang saat ini masih dikuasai oleh kulit putih. Untuk isu luar negeri, terutama yang berkaitan dengan gerakan Zionis, media Yahudi sering mendiskreditkan tokoh-tokoh pemerintah yang tidak berpihak kepada gerakan tersebut. Tak hanya itu, media mereka bahkan juga menyerang dan mencemarkan pemerintahan negara lain yang dianggapnya sebagai "musuh" Israel.

Tak kurang pula Pierce mengkritik buruknya kualitas film yang dihasilkan studio-studio Yahudi, yang dianggapnya vulgar dan tak senonoh. Ia khawatir, film-film rekaan Yahudi itu akan memicu kerusakan moral anak-anak muda Amerika. Pierce menambahkan, ketika tahun 1920-an, Walt Disney seorang non-Yahudi, banyak memberikan pencerahan lewat film-filmnya. Namun sejak Disney diambil alih oleh Yahudi -- dengan didudukkannya Michael Eisner sebagai CEO perusahaan tersebut, mulailah mereka membuat film propaganda yang dirancang untuk mendorong degenerasi bangsa Amerika. Salah satu karya Miramax Disney yang cukup merusak adalah : The Crying Game. Film yang menceritakan tentang kehidupan homoseksual itu, malah mendapat pujian dan penghargaan dari media-media Yahudi.

Terakhir dan yang paling menakutkan bagi sebagian besar rakyat Amerika adalah kendali Yahudi atas keuangan Amerika. Penguasaan kaum Yahudi atas US Federal Reserve (Bank Sentral Amerika) bukanlah isapan jempol belaka. Setidaknya hal ini pernah diungkapkan oleh James "Bo" Gritz, salah seorang kandidat Presiden Amerika pada tahun 1992. Ia mengatakan bahwa delapan keluarga Yahudi menguasai The Fed. Agaknya Gritz mengutip sebuah buletin yang diterbitkan pada tahun 1983 oleh The National Association of Retired Federal Employees (NARFE), yang menyebutkan bahwa pemilik The Fed adalah : Rothschild Banks, Lazard Brothers Bank, Israel Moses Seif Banks, Warburg Bank, Lehman Bros Bank, Chase Manhattan Bank, Kuhn Loeb Bank, dan Goldman Sachs Bank.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline